Oleh: Almer Ulul Albab dan Annisa Kartika Ocktavia
Teori Faktor Inflasi Ilmuwan Muslim Al-Maqrizi – Dahulu sebelum Irving Fisher lahir dan ketika dunia belum mengenal Madzhab Ekonomi Klasik Adam Smith atau bahkan Mazdhab Merkantilisme Jean Bodin, telah lahir seorang Ilmuwan dalam banyak bidang salah satunya ekonomi yang merumuskan teori inflasi lengkap dengan faktor-faktor penyebab dan bukti empirisnya secara sistematis. Sekarang Ilmuan itu dikenal dengan nama Al-Maqrizi atau Ahmad bin Ali bin Abdul Qadir bin Muhammad Al-Maqrizi.
Lahir di Barjuan, Kairo Mesir tahun 766 H. Semasa kecil beliau telah aktif dalam mempelajari berbagai macam ilmu pengetahuan dan belajar dari berbagai macam pakar. Pada kesehariannya ketika dewasa beliau bekerja di rumah sakit An-Nuri dan mengajar hadits di Madrasah Asyrafiyyah. Beliau pernah ditawari oleh Sultan Malik An-Nasr Faraj ibn Barquq dari Dinasti Mamluk sebagai wakil pemerintah, akan tetapi jabatan itu ditolak. Beliau juga aktif dalam membuat karya, salah satu karyanya yang terkenal adalah Ighatsatul Ummah bi Kasyfil Ghummah yang membahas beberapa teori terkait ekonomi penawaran dan permintaan termasuk inflasi.
Dalam Ighatsatul Ummah bi Kasyfil Ghummah sendiri Beliau menyebutkan beberapa faktor yang dapat menyebabkan inflasi pada sebuah negara, yaitu.
Bencana Alam
Dalam kasus bencana Alam, Al-Maqrizi menggunakan kejadian saat raja mesir ke-17 yaitu Afrusy bin Manawasy. Pada masa itu terjadi sebuah kekeringan yang disebabkan oleh kemarau yang panjang. Kemarau ini juga membuat sungai Nil sebagai sumber kehidupan masyarakat Mesir itu mengering. Ditambah lagi berbarengan dengan hewan-hewan ternak yang tidak bisa berkembang biak sehingga menimbulkan kelangkaan dari sektor pertanian dan peternakan, menyebabkan harga naik secara merata dalam sektor pangan dan sandang dalam waktu yang cukup lama.
Selain dari raja ke-17 Al-Maqrizi juga memberikan contoh raja Mesir ke-13 dan ke-19 yang mana penyebab inflasinya adalah sama yaitu kekeringan yang luar biasa, bahkan pada raja ke-19 yaitu Atribut bin Masrum sungai Nil sampai mengering selama empat puluh tahun dan dikatakan bahwa Raja Attrib tidak bisa berjalan sambil berdiri saking sulitnya makanan dikarenakan kelangkaan dan harga yang mahal.
Korupsi dan Administrasi yang Buruk
Ketidak bagusan administrasi dan korupsi yang tidak bisa dicegah oleh hakim dan undang-undang akan membuat kursi-kursi jabatan negara atau perusahaan dapat diisi dengan syarat uang muka. Terlebih lagi Ketika mendapatkan jabatan tersebut terkadang gaji yang didapat tidak dapat kembalikan uang yang sudah dikeluarkan sebelumnya. Akibatnya para pejabat itu harus memutar otak agar mereka dapat mendapatkan Kembali uang yang telah mereka keluarkan tersebut salah satunya dengan cara korupsi.
Dikarenakan banyaknya korupsi membuat kepercayaan masyarakat menurun dan membuat masyarakat meninggalkan wilayah tersebut. Akibatnya tenaga kerja berkurang dan faktor produksi berkurang sehingga pengusaha atau pemerintah harus menaikan gaji karyawan agar mereka mau bekerja lebih banyak. Dikarenakan gaji yang naik maka pengeluaran untuk produksi pun ikut naik dan harga ikut naik.
Pajak
Karena sifat korupsi yang mendarah daging maka para pejabat pun tidak sungkan untuk menaikan pajak kepada para pemilik tanah. Para pemilik tanah tidak ingin rugi karena pajak yang tinggi akhirnya mereka meninggikan nilai sewa tanah tersebut kepada para petani sehingga membuat nilai produksi bertambah dan harga bahan pokok pun ikut bertambah. Dikarenakan bahan pokok adalah produk yang fundamental dan dibutuhkan oleh semua sector maka produk atau jasa pun ikut naik secara merata dan terjadilah inflasi. Hal tersebut pun terjadi pada masa daulah Islamiyah dimana pajak ditinggikan dan dibebankan kepada masyarakat dengan dalih biaya untuk peperangan.
Money Supply
Dalam Faktor Money Supply Al-maqrizi menggunakan contoh Ketika itu pemerintahan masih menggunakan mata uang fulus dimana nilai intrinsiknya yang paling kecil dari mata uang lainnya. Dikarenakan ketamakan para pejabat tinggi negara maka mereka mencetak mata uang fulus sebanyak banyaknya lalu disebarkan ke masyarakat. Sebagai gantinya mereka mengambil koin Dinar dan Dirham dari masyarakat lalu dilebur untuk dijadikan perhiasan pribadi.
Ditambah lagi ketika kita itu masih termasuk masa-masa berperang atau hanya sekedar penguatan kekuatan militer, maka dibutuhkan dana yang lebih banyak untuk menunjang kegiatan tersebut sehingga para petinggi negara mencetak uang fulus lalu dibelikan keperluan militer. Hal ini mengakibatkan uang fulus semakin meluas di masyarakat dan nilai intrinsiknya jatuh, mengakibatkan harga-harga melonjak naik dan terjadilah inflasi.
Bila dilihat dalam mengungkap dan memaparkan teorinya Al-Maqrizi biasa menggunakan sejarah suatu wilayah atau daerah tertentu sebagai argumen penguat sekaligus bukti empiris yang mendasari teori faktor-faktor inflasi tersebut. Salah satu sejarah atau kejadian yang sering diunggah oleh Al-Maqrizi dalam bukunya itu adalah sejarah Mesir, hal ini dirasa wajar karena Al-Maqrizi sendiri lahir dan besar di daerah Mesir.
Krisis Ekonomi Tahun 1960an Bukti Teori Al-Maqrizi
Dari pembahasan diatas, bila dirasakan dan diperhatikan seolah-olah Al-Maqrizi yang hidup pada abad ke-8 H menghimbau kepada para pemangku kebijakan untuk berhati-hati terhadap empat hal diatas. Administrasi public, Korupsi, Money Supply dan bencana alam bukan lah hal yang dapat ditunda dalam pencegahan dan penanganannya dikarenakan dampaknya akan sangat besar pada masyarakat.
Akan tetapi setiap manusia memiliki pemikiran, pandangan dan ide mereka sendiri. Pada 1960-an ketika berkecamuk perang dingin Uni Soviet dan Amerika Serikat, Indonesia dibawah kepemimpinan Soekarno, membuat berbagai kegiatan dan proyek bertaraf nasional maupun internasional. Seperti Pada 1961 Indonesia melancarkan program Trikora untuk pembebasan irian barat sampai 1962, ditahun yang sama juga Presiden Soekarno menginisiasi sebuah Gerakan baru Bernama CONEFO (Conference of The New Emerging Force) sebuah kelompok politik global yang terdiri dari berbagai negara dengan tujuan menentukan alur politik secara bebas dan independen dengan tidak terikat pada dua kekuatan besar pada masa itu yaitu Blok Barat dan Blok timur. Tidak lama dari CONEFO di tahun 1963 juga diadakan Indonesia dengan inisiasi Soekarno dengan bersemangat dan percaya diri menyelenggarakan GANEFO (Games of New Emerging Force) sebuah ajang olimpiade olahraga di wilayah Asia Tenggara dengan tujuan membangun ikatan antar negara. Saat ini GANEFO telah dikenal dengan nama baru yang kita kenal dengan Asian Games.
Semua itu diadakan oleh Indonesia demi menunjukkan kepada Global bahwa Indonesia adalah bangsa yang besar, bangsa yang kuat dan bangsa pemimpin. Dengan terselenggaranya acara di atas nama Indonesia menjadi lebih dipandang dan diperhitungkan suaranya dalam kancah global khususnya lingkup Asia Tenggara maka dari itu berbagai proyek ini juga dikenal dengan nama proyek mercusuar. Akan tetapi setiap proyek yang diselenggarakan oleh negara atau pemerintah tentu membutuhkan sebuah dana dan dana yang dibutuhkan pun bukan dana yang kecil.
Dalam operasi Trikora, pemerintah mengeluarkan dana sebesar 24% anggaran belanja negara. Dalam penunjangan CONEFO dan GANEFO juga membutuhkan dana yang tidak sedikit, sperti dilansir dari Kompas.com bahwa ada beberapa infrastruktur yang dibuat untuk menunjang kegiatan tersebut. Infrastruktur yang paling penting adalah Stadium Gelora Bung Karno yang menghabiskan dana 12,5 juta dollar USA dan bersumber dari kredit Uni Soviet. Selain Stadium ada juga infrastruktur lain seperti Hotel Indonesia di Jakarta dengan empat belas lantai, jembatan semanggi dan monumen selamat datang dan untuk CONEFO sendiri dikarenakan kegiatan tersebut adalah kegiatan konferensi maka dibuatlah bangunan untuk konferensi tersebut yang mana sekarang menjadi Gedung DPR/MPR.
Permasalahannya adalah pada masa itu keadaan ekonomi Indonesia sedang tidak baik-baik saja. Nilai ekspor dan impor Indonesia tidak stabil, dari tahun 1961-1966 bernilai negatif karena jumlah impor terus menerus meningkat dan ekspor yang terus menerus turun. Hal itu juga membuat devisa negara dari 1960-1966 juga yang mengalami kemerosotan yang tidak dapat dicegah oleh pemerintah Indonesia. Cadangan Devisa yang pada tahun 1960 berjumlah $326,4 juta seketika berubah menjadi $8,6 juta, sedangkan Indonesia masih memiliki hutang sebesar $2,5 milyar. Hal ini tentu saja membuat keadaan Indonesia semakin terperanjat jatuh ke keadaan yang tidak stabil.
Pada awalnya pemerintah mempertimbangkan bahwa berbagai proyek tersebut akan dimasukan kedalam program situs destinasi wisata sehingga memberikan sebuah hasil berupa keuntungan dari para mengunjungi situs tersebut. Akan tetapi pembalikan modal dalam pembuatan berbagai fasilitas tersebut bergerak lamban sehingga kekacauan ekonomi lebih dahulu muncul dibanding keuntungan proyek mercusuar.
Sebagai tanggapan dan memperbaiki masalah diatas, maka pemerintah mengambil sebuah langkah yang cukup kontroversial yaitu mencetak uang rupiah sebanyak banyaknya demi memenuhi tuntutan pembayaran utang luar negeri dan memenuhi kebutuhan nasional lainnya. Mula-mula pemerintah mengubah undang-undang moneter dimana Bank Sentral memiliki hak monopoli atas percetakan uang kertas dan pemerintah tidak berhak campur tangan dalam masalah tersebut. Dengan berubahnya UU tersebut maka Bank Sentral tidak lagi memiliki otoritas dalam hal pencetakan keuangan. Percetakan uang pun terus berjalan dengan anggapan akan membantu mengurangi beban pemerintah dan menjadi solusi efektif dalam permasalahan pemerintah.
Akan tetapi yang terjadi tidak sesuai harapan dan rencana. Percetakan uang rupiah yang tidak diimbangi peningkatan produksi baik barang atau jasa membuat ketidak seimbangan nilai tukar uang dengan komuditas yang ada sehingga harga rupiah pun turun dan mengakibatkan daya jual rupiah berkurang. Bahkan pertumbuhan ekonomi negara pun tidak bisa lebih dari 2% dari tahun 1962-1966. Itu semua membuat harga pasar naik secara bersamaan bahkan sampai di kisaran 30-50% tiap bulannya. Ini mengakibatkan krisis ekonomi dimasa pemerintahan soekarno dan memberatkan masyarakat Indonesia kala itu khususnya masyarakat bawah dan menengah ke bawah. Maka usaha pemerintah mencetak uang rupiah dengan harapan dapat membayar hutang luar negeri, memenuhi cadangan devisa kembali dan menstabilkan ekonomi negara justru menambah para pengangguran, inflasi meninggi tak terkendali dan harga pasar semakin tidak stabil.
Sejarah yang Terulang
Di masa pemerintahan Soekarno seperti yang disebutkan diatas. Dimana pemerintah kala itu sangat bersemangat dengan sebuah proyek dan dengan gencar melakukan pembangunan fasilitas berkelas internasional semata-mata untuk meningkatkan nilai negara Indonesia dimata dunia melalui CONEFO dan GANEFO tidak lupa juga Trikora dalam ajang mempertahankan wilayah Indonesia. Akan tetapi sebuah proyek yang awalnya diprediksi akan memberi keuntungan balik malah mengacaukan ekonomi negara.
Solusi mencetak uang untuk menutupi pengeluaran dari berbagai proyek. Percetakan uang yang tak terkendali di masyarakat atau Money Supply seperti yang disebutkan oleh Al-Maqrizi membuat nilai intrinsik uang jatuh sehingga daya beli uang tersebut menurun dan harga pasar naik. Hal yang sama seperti yang disebutkan oleh beliau ketika beliau hidup penguasa mencetak uang logam dengan sangat gencar untuk membiayai peperangan akan tetapi hasilnya malah membuat perekonomian negara mengalami krisis moneter.
Al-Maqrizi yang hidup di abad ke 8 hijriah telah memperingatkan bahwa pengendalian Money Supply amat penting dan tidak bisa sembarang dilakukan terkhusus untuk percetakan uang. Walau dalam mencetak uang tidak perlu memerlukan biaya yang tinggi akan tetapi bila tak terkendali dampaknya akan meluas dan fatal.
Bila saja ketika itu mereka lebih mendalami ekonomi dalam kajian islam ilmiah dan menuruti apa yang telah disebutkan oleh Al-Maqrizi sebagai salah satu pokok penting untuk diperhatikan agar ekonomi negara dapat stabil, mungkin saja krisis tahun 60an tidak akan terjadi. Tetapi apalah daya sejarah tidak dapat diubah hanya dapat dipelajari agar tidak mengulang kesalahan yang sama Kembali.
Referensi
Akbar, N., & Al Faizin, A. W. (2019). Proving Al-Maqrizi’S Concept on the Determinants of Inflation: Cross Border Analysis. Journal of Islamic Monetary Economics and Finance, 5(4), 873–890. https://doi.org/10.21098/jimf.v5i4.1142
Milgate, M., Limited, M. P., Press, N. Y. T. S., & Roos, C. F. (2005). Irving Fisher ( 1867 – 1947 ). 64(1), 369–376.
Rizqon, A. L., Prasetya, T. E., Ramadhan, M. U. C., & Habibah, S. (2022). Al-Maqrizi’s Inflation Concepts and Proof for the East Java Inflation Case 2015-2020. Al-Iktisab: Journal of Islamic Economic Law, 6(1), 99. https://doi.org/10.21111/al-iktisab.v6i1.7608
Setiawan, A. (2009). KEBIJAKAN MONETER PADA MASA PEMERINTAHAN SOEHARTO TAHUN 1966-1971. SKRIPSI Oleh: Agus Setiawan NIM: K 4405005 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2009, 1, clxxxi.
Suar, A., Meirison, M., Elfia, E., & Hayati, I. (2020). (2022). AL MAQRIZI’S VIEW ON ISLAMIC ECONOMY AND ITS RELEVANCE TO COVID-19 PANDEMIC IN INDONESIA. Nurani: Jurnal Kajian Syari’ah Dan Masyarakat, 13(1), 104–116. http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/Nurani/article/view/6025