Penulis Artikel: Shafety Nurwana
Bogor, 10 Maret 2025 – Ramadhan merupakan bulan istimewa yang selalu disambut dengan antusias oleh umat Islam di seluruh dunia. Bulan Ramadhan menyimpan banyak karunia dan keistimewaan yang Allah Subhanahu wa Ta’ala sediakan bagi hamba-hamba-Nya. Umat Islam menyebut Ramadhan bulan penuh anugerah yang menghadirkan kesempatan luas untuk mendapatkan ampunan, rahmat, serta kedekatan spiritual dengan Allah. Namun, di balik rutinitas tahunan umat Islam dalam menyambut dan menjalankan ibadah puasa Ramadhan, apakah kaum Muslimin benar-benar sudah memahami hikmah terdalam dan ketentuan fikih yang mengiringi ibadah puasa tersebut?
Pertanyaan ini menjadi fokus utama dalam kajian Pojok Fiqih yang dilaksanakan di acara Semarak Ramadhan SDN Cijayanti 05 dengan tema “Rahasia Hadiah Istimewa di Bulan Ramadhan: Hikmah dan Fikih Puasa”. Kajian ini dibawakan dalam bentuk cerita dongeng anak-anak oleh Shafety Nurwana (Staff RnD KSEI PROGRES) yang mengupas tuntas seputar keutamaan bulan suci Ramadhan dan fikih puasa. Mengingat tidak sedikit dari kita yang telah berpuasa selama bertahun-tahun, namun masih abai terhadap makna spiritual puasa, syarat sahnya, hal-hal yang membatalkannya, hingga siapa saja yang mendapatkan keringanan syariat. Inilah yang menjadikan topik keutamaan bulan Ramadhan serta fikih puasa senantiasa relevan untuk dibahas dan dikaji.
Di antara keutamaan Ramadhan yang utama adalah bahwa pada bulan inilah Allah menurunkan Al-Qur’an sebagai petunjuk hidup bagi manusia. Hal ini dijelaskan dalam Al-Qur’an surah Al-Baqarah ayat 185:
شَهْرُ رَمَضَانَ ٱلَّذِىٓ أُنزِلَ فِيهِ ٱلْقُرْءَانُ…
“Bulan Ramadhan adalah bulan yang di dalamnya diturunkan Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia…”
Oleh karena itu, Ramadhan menjadi momen yang sangat tepat untuk kembali memperdalam kedekatan kita dengan Kalamullah. Para ulama terdahulu bahkan melipatgandakan bacaan Al-Qur’an selama Ramadhan sebagai bentuk penghormatan terhadap waktu mulia ini.
Allah menetapkan puasa Ramadhan sebagai sarana mendidik jiwa untuk mencapai derajat takwa. Dalam Q.S. Al-Baqarah ayat 183, Allah menyatakan:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ
“Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.”
Makna ini menunjukkan bahwa puasa bukan hanya menahan lapar dan haus, melainkan juga latihan pengendalian hawa nafsu. Dengan begitu, seseorang dapat meningkatkan kualitas keimanannya serta memperkuat kendali diri terhadap perbuatan buruk.
Keutamaan Istimewa Bulan Ramadhan
- Amal Kebaikan Mendapat Ganjaran Berlipat
Salah satu keutamaan yang paling menonjol di bulan Ramadhan adalah bahwa setiap amal saleh yang dilakukan akan dilipatgandakan pahalanya. Hal ini menjadi motivasi kuat untuk meningkatkan intensitas ibadah, karena bulan Ramadhan memiliki nilai istimewa yang tidak dimiliki ibadah lain. Selain itu, amal-amal lainnya seperti membaca Al-Qur’an, bersedekah, membantu sesama, atau bahkan memberi makanan kepada orang yang berbuka, menjadi amal yang nilainya jauh lebih besar jika dilakukan di bulan suci ini. Bahkan, orang yang memberi makan orang berbuka puasa juga mendapat pahala seperti orang yang sedang. berpuasa
- Lailatul Qadar: Malam yang Lebih Baik dari Seribu Bulan
Salah satu rahasia terbesar yang hanya terjadi di bulan Ramadhan adalah hadirnya Lailatul Qadar, malam yang lebih mulia dari seribu bulan. Allah Swt. berfirman dalam Q.S. Al Qadr ayat 3:
لَيْلَةُ ٱلْقَدْرِ خَيْرٌۭ مِّنْ أَلْفِ شَهْرٍۢ
“Malam kemuliaan itu lebih baik daripada seribu bulan.”
Di malam itu, malaikat-malaikat turun ke bumi membawa rahmat dan keberkahan, serta menyampaikan takdir-takdir yang telah Allah tetapkan. Ibadah yang dilakukan di malam tersebut nilainya setara dengan ibadah selama lebih dari 83 tahun. Waktunya tidak diketahui secara pasti, namun, Rasulullah Saw. mengisyaratkan bahwa malam ini berada di antara sepuluh malam terakhir Ramadhan, terutama malam-malam ganjil. Maka, sangat dianjurkan untuk memperbanyak qiyamul lail, membaca Al-Qur’an, dan berdoa dengan sungguh-sungguh pada malam-malam tersebut.
- Bulan Penuh Ampunan
Ramadhan juga dikenal sebagai bulan pengampunan. Allah memberikan kesempatan besar kepada setiap hamba yang ingin memperbaiki diri dan menghapus dosa-dosa masa lalunya. Dalam hadits Nabi Saw. disebutkan:
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barang siapa yang berpuasa Ramadhan dengan penuh keimanan dan mengharap pahala dari Allah, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.” (H.R. Bukhari dan Muslim)
Hadits ini menegaskan bahwa puasa yang dilakukan dengan niat ikhlas dan penuh keyakinan kepada balasan Allah menjadi sarana pembersihan spiritual. Oleh karena itu, Ramadhan menjadi momen refleksi dan taubat, dengan memperbanyak istighfar, menjauhi maksiat, serta memperbaiki hubungan dengan sesama.
- Pintu Surga Dibuka, Neraka Ditutup, dan Setan Dibelenggu
Keutamaan besar lainnya adalah bahwa sepanjang bulan Ramadhan, Allah membukakan pintu-pintu surga dan menutup rapat pintu-pintu neraka. Di saat yang sama, para setan pun dibelenggu agar tidak leluasa menggoda manusia. Rasulullah Saw. bersabda:
إِذَا جَاءَ رَمَضَانُ، فُتِّحَتْ أَبْوَابُ الجَنَّةِ، وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ، وَصُفِّدَتِ الشَّيَاطِينُ
“Ketika Ramadhan datang, pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup, dan setan-setan dibelenggu.” (H.R. Bukhari dan Muslim)
Makna dari hadits ini adalah Allah memudahkan hamba-Nya untuk berbuat baik, serta memberi ruang yang sangat besar untuk kembali ke jalan yang benar. Hambatan yang biasanya menghalangi seseorang untuk istiqamah, seperti bisikan setan dan godaan maksiat, dikurangi intensitasnya agar manusia lebih mudah kembali kepada fitrah.
Ramadhan dalam Perspektif Fikih
Dalam perspektif fiqih, puasa memiliki sejumlah syarat dan rukun yang harus dipenuhi. Di antaranya adalah niat yang dilakukan sebelum terbit fajar dan menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa sejak fajar hingga waktu maghrib. Hal-hal yang membatalkan puasa mencakup makan dan minum dengan sengaja, hubungan suami-istri di siang hari, serta keluar darah haid atau nifas. Meski demikian, Islam memberikan keringanan bagi golongan tertentu untuk tidak berpuasa, seperti orang sakit, musafir, wanita hamil, menyusui, dan lansia yang tidak sanggup menjalani puasa.
Allah menegaskan keringanan ini dalam Q.S. Al-Baqarah ayat 184:
فَمَن كَانَ مِنكُم مَّرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍۢ فَعِدَّةٌۭ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ
“Barang siapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan, maka (wajib mengganti) pada hari-hari yang lain.”
Kajian Pojok Fiqih yang dilaksanakan di SDN Cijayanti 05 ini mendapat sambutan positif dari peserta yang merupakan anak-anak SD. Hikmah dan Fikih puasa yang dikemas dalam sebuah dongeng membuat anak-anak menjadi paham bahwa Ramadhan bukan hanya menahan lapar dan haus, tetapi juga waktu hadirnya pahala yang berlipat, pengampunan, Lailatul Qadar, dan peluang besar menuju surga. Namun untuk meraihnya, dibutuhkan ilmu fikih yang benar dalam menjalankannya dan semangat dalam beribadah.