Day: December 23, 2017

  • Ba’i At-Tawarruq: Dasar Hukum, Impelementasi, dan Kritik Syariah

    Oleh: M Wahyudi Pranata
    Istilah tawarruq ini di perkenalkan oleh Mazhab Hambali. Mazhab Shafi ’i mengenal tawarruq dengan sebutan “zarnagah”, yang artinya bertambah atau berkembang. Dalam hukum Islam, tawarruq artinya adalah struktur yang dapat dilakukan oleh seorang mustawriq/mutawarriq yaitu seorang yang membutuhkan likuiditas. Konsep ba’i tawarruq dalam madzhab Hanbali adalah suatu transaksi muamalat dalam jual beli yang melibatkan tiga pihak, ketika pemilik barang menjual barangnya kepada pembeli pertama dengan pembayaran yang ditunda kemudin dari pihak pembeli pertama menjual barang tersebut kepada pemeli akhir dengan pembayaran yang tunai.
    Hal yang dikehendaki dengan al-wariq dalam bahasa fikih adalah keuntungan secara tunai (al hushûl ‘alâ an-naqd). Mayoritas para ulama memperbolehkan transaksi tawarruq ini dianataranya Imam Hanafi, Imam Syafi’i, Imam Nawawi dan Imam Ahmad bin Hanbal dan para pengikutnya. Kebolehan akad ini berdasarkan Fatawa Lajnah Ad-Daimah No. 19297 Jilid 13 Halaman 161 dan pendapat ini berdasarkan kaidah umum bahwa jual beli adalah halal yang bersandar pada Surat Al Baqarah (QS, 2 : 275), dan didukung dengan surat Al Maidah (QS, 5 : 1), Al Baqarah (QS, 2 : 280). Hadist Nabi Saw yang membolehkannya adalah seperti yang diriwayatkan oleh al Bukhari dan Muslim. Intinya adalah bahwa Nabi SAW melarang seorang petani untuk menukar kurma yang baik dari Khaybar sebanyak satu kilo dengan kualitas yang lebih rendah sebanyak 3 kilo, menurut para ulama transaksi ini bersifat dharuriyat dengan tujuan untuk memperoleh uang tunai karena tidak bisa memperolehnya dari akad qard, salam dan lainnya.
    Pada dasarnya, akad tawarruq diterapkan dalam konsep bursa komoditi syariah. Bank yang surplus mendapatkan pesanan dari bank deficit untuk membeli barang, sehingga bank surplus akan membeli komoditas dari market dengan tunai menggunakan akad jual-beli, kemudian menjualnya kepada bank deficit dengan cara murabahah dengan sistem pembayaran cicilan. Kemudian bank deficit akan menjual aset ini kepada pasar komoditas dengan tujuan mendapatkan tunai. Akad tawarruq yang biasa di kenal di industri perbankan timur-tengah tidak hanya pengelolaan liquiditas, tetapi juga pemenuhan keperluan konsumtif individu. Dalam konsep pertama Bank Syari’ah menetapkan broker pembelian dan kepada siapa pembeli menjual barang tersebut. Hal inilah yang dilarang dalam syariah karena hampir sama dengan jual-beli ‘inah, namun menambahkan pihak ketiga. Konsep tawarruq yang kedua adalah Bank Syari’ah (surplus unit) betul-betul membeli barang itu dari market, dan menjualnya kepada konsumen tanpa menjualnya kembali kepada pihak manapun.
    Jikalau diperhatikan ke laporan keuangan bank-bank syariah di malaysia, Tawarruq memiliki financing dan funding yang lebih besar dibandingkan dengan Mudharabah deposit. Dari 16 bank syariah di malaysia, ada 14 bank syariah yang hanya mempunyai mudharabah deposit tak lebih dari 3% dari total seluruh DPK. Penerbitan sukuk oleh bank pun belakangan ini juga memakai akad Tawarruq. Bank Islam dan Maybank Islamic menerbitkan sukuk pada tahun 2014 dengan menggunakan akad Tawarruq.
    Transaksi Tawarruq juga bisa diwujudkan dengan cara si pelanggan menemukan pembeli atau agennya sendiri tanpa keterlibatan bank syariah. Pertama, bank dapat menjual barang yang disetujui oleh Syariah kepada pelanggan dengan jangka waktu yang ditangguhkan. Meski barangnya tidak di tangan bank, bank harus memberi informasi rinci tentang pengiriman barang ke pelanggan (Kuwait Finance House, 2011b). Setelah pengiriman berlangsung, pelanggan dapat menjual barang tersebut ke pembeli atau agen pilihannya (Kuwait Finance House, 2011b).
    Selain itu pula, ada beberapa pandangan dari penulis sebagai seorang akademisi dalam memandang akad ini. Dalam beberapa keadaan, tingkat likuidasi yang tepat (tidak terlalu cair atau kurang cair) adalah penting untuk memastikan bahwa lembaga keuangan Islam mampu memenuhi kewajibannya. Meski ada masih banyak isu yang masih ada, kebutuhan untuk menciptakan manajemen likuiditas yang baik membutuhkan kerjasama dan kerja keras semua pemangku kepentingan dalam keuangan syariah.
    Dengan banyaknya pandangan mengenai halal dan haramnya praktik dari Ba’i Tawarruq ini seseorang yang bekerja sebagai praktisi harus betul-betul berhati-hati dalam pelaksanaannya sehingga ketika melakukan inovasi berbagai produk di perbankan atau lembaga keuangan lainnya tidak melalaikan landasan pokok syariat dari akad ini. Dan tetap dalam pengawasan DSN karena DSN sendiri dituntut untuk jeli dan hati-hati dalam memberikan fatwa terhadap suatu permasalahan sehingga permasalahan terhadap keuangan syariah ini tidak mengandung resiko terlalu besar.
    Hal ini dikarenakan transaksi tawarruq ini bersifat dharuriyat maka sebaiknya dari perbankan atau lembaga keuangan untuk mengakhirkan dari penggunaan transaksi ini, karena Perbankan Syariah tentu memiliki instrument untuk likuiditas ini. Oleh sebab itu, perlu adanya perbaikan lanjut untuk kerangka hukum yang mampu menyelesaikan dan mengakomodir segala permasalahan mengenai ekonomi atau keuangan syariah.

  • Potensi Sumber Daya Manusia di Indonesia

    Oleh M Ashraafi Ainun Ilman

    Padahal Indonesia diprediksi akan mendapatkan bonus demografi pada tahun 2020-2030. Bonus demografi adalah jumlah usia angkatan kerja dengan usia 15-64 tahun mencapai 70 persen. Sedangkan 30 persen penduduknya adalah berusia tidak produktif yaitu usia 14 tahun ke bawah dan di atas 65 tahun.
    Hal ini diungkapkan Presiden Joko Widodo saat membuka rapat terbatas dengan topik Optimalisasi Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) di Istana Negara, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (7/2).
    “Tahun 2020-2030 kita Indonesia diprediksi akan mendapatkan bonus demografi di mana penduduk usia produktif sangat besar. Artinya dalam kurun waktu 3-13 tahun ke depan kita akan memiliki banyak sekali SDM yang tengah pada puncak usia produktif,” kata Jokowi. (Kumparan, 2017)
    Jumlah usia produktif di Indonesia terbilang cukup besar dan ini merupakan peluang bagi kebangkitan peradaban ekonomi islam di Indonesia. Melalui pendidikan-pendidikan baik formal maupun non-formal mengenai ekonomi islam sudah harus ditanamkan sejak usia dini agar mampu menjadi generasi ekonom muda yang mampu bersaing di kancah Internasional.
    Potret Pendidikan Ekonomi Islam di Indonesia
    Pada industri keuangan syariah, masalah yang dihadapi oleh industri keuangan syariah hari ini adalah masih terbatasnya sumber daya manusia yang betul-betul menguasai ekonomi Syariah. Berdasarkan data bank Indonesia, 90% SDM yang bekerja di perbankan syariah adalah berasal dari non sarjana ekonomi Islam. Artinya lulusan perguruan tinggi yang mengajarkan ekonomi Islam hanya bisa bersaing di indusrti keunagan syariah hanya 10%. Kesenjangan terjadi bisa disebabkan kurikulum yang diterapkan di perguruan tinggi yang mengajarkan ekonomi Islam belum memadai, atau pendekata pengajarannya yang belum tepat, sehingga perlu dilakukan perbaikan dan perumusan langkah strategis agar lulusan perguruan tinggi yang mengajarkan ekonomi syariah dapat memenuhi kebutuhan industri keuangan syariah. (Rozalinda, 2015)
    Dalam pertumbuhan ekonomi islam yang begitu massive ini, perbankan dan keuangan membutuhkan SDM profesional yang memahami dasar-dasar teori dan praktek ekonomi syariah. Permasalahan yang dihadapi saat ini adalah minimnya kuantitas SDM dan kualitas kompetensi yang masih rendah. Diperkirakan dibutuhkan sekitar 60 sampai 80 ribuan tenaga kerja yang bergerak di lembaga keuangan syariah lima tahun ke depan. Jumlah ini akan semakin bertambah seiring dengan pertumbuhan industrinya. Ironisnya, baru sekitar 25 hingga 30-an universitas yang membuka kajian ekonomi Islam dan hanya mampu menghasilkan lulusan sekitar 1.000-an orang setiap tahunnya.
    Fakta lainnya adalah mereka yang bekerja di industri keuangan syariah masih didominasi oleh mereka yang berlatar belakang konvensional (90 persen), yang dibekali pelatihan singkat perbankan syariah. Hanya sekitar 10 persen yang berlatar belakang syariah. Fakta ini tentunya berpengaruh terhadap kualitas “kesyariahan” industri yang ada. (Amalia, 2012) 
    Masalah SDM masih menjadi suatu hal yang cukup fundamental di Indonesia, jika melihat pesatnya perkembangan industri keuangan syariah di berbagai belahan dunia dan di Indonesia khususnya adalah menjadi suatu keniscayaan. Perbandingan 180 derajat terjadi antara SDM dan perkembangan industri keuangan syariah di Indonesia.
    Peran Training Sumber Daya Manusia pada Pendidikan Ekonomi Islam
    Sumber daya manusia merupakan human capital jika dalam sebuah institusi bisnis yang mana memiliki peran strategis dalam menghadapi perkembangan bisnis yang cepat dan global. Industri keuangan syariah memiliki perbedaan karakteristik dengan industri keuangan konvensional maka dibutuhkan sumber daya manusia yang memiliki nilai-nilai luhur.
    Mengadopsi serta mengembangkan konsep human capital yang didefinisikan oleh Penning dan Wittleoostuijn (1998), maka profil sumber daya manusia pada industri keuangan syariah harus memiliki knowedge dan skill yang mana sejalan dengan karakteristik tersebut. Antara lain:
    Aspek Knowledge
    Knowledge, yang harus dimiliki sumber daya manusia pada industri keuangan syariah antara lain penguasaan terhadap Al-Qur’an dan As-sunnah, khususnya tentang bisnis sebagai rujukan utama Islam. Penguasaan terhadap Fiqh Muamalah sebagai rujukan hukum ekonomi/muamalah.
    Skill
    Skill atau keterampilan yang harus dimiliki, antaralain; kemampuan mengemban amanah (khalifah), kemampuan berkomunikasi dengan baik (tabligh), kemampuan memasarkan dengan baik. Kemampuan menunjukkan pelayanan prima sebagai perwujudan ibadah. Keuangan syariah bukan hanya menawarkan jasa, namun juga menawarkan sejumlah value maka, setiap sumber daya manusia industri keuangan syariah harus mampu mentransformasikan ajaran agama dalam hal akhlaq ke dalam keterampilan melayani dan perilaku bekerja.
    Kedua aspek di atas, baik knowledge maupun skill tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya. Ketiadaan salah satu aspek dalam diri seseorang, maka akan berpengaruh terhadap kinerja industri keuangan syariah tersebut. (Awirya & Piliyanti)

    Daftar Pustaka

    Amalia, D. E. (2012). Potret Pendidikan Ekonomi Islam di Indonesia.
    Awirya, A. A., & Piliyanti, I. (n.d.). Kesiapan Mahasiswa Ekonomi Islam Menghadapi Pasar Kerja pada Lembaga Keuangan Syariah (Studi pada Perguruan Tinggi Ekonomi Islam. 10-11.
    Kumparan. (2017, February 7). News Article: Kumparan. Retrieved Oktober 5, 2017, from Kumparan.com: https://kumparan.com/wiji-nurhayat/jokowi-indonesia-mendapat-bonus-demografi-tahun-2020-sampai-2030
    Rozalinda. (2015). Epistemologi Ekonomi Islam dan Pengembangannya pada. 1-2.