21/07/2021 - KSEI Progres Tazkia

Day: July 21, 2021

  • Peran Pesantren di Tengah Pandemi Covid-19

    Peran Pesantren di Tengah Pandemi Covid-19

    Pesantren menjadi salah satu institusi yang tidak akan pernah bisa dipisahkan dari kehidupan sosial masyarakat Indonesia yang mayoritas penduduknya adalah beragama Islam. Lebih lanjut, pesantren menempati posisi yang sangat strategis, dimana selain menjadi lembaga dakwah dan lembaga pendidikan, pesantren juga turut berperan aktif dalam pemberdayaan masyarakat, baik itu mensejahterakan masyarakat pesantren maupun masyarakat disekitarnya. Tercatat saat ini setidaknya ada 28.194 pesantren yang tersebar di seluruh Indonesia dengan jumlah santri mencapai 18 juta orang (KNEKS, 2020). Dengan jumlah sebesar itu, pesantren berpotensi besar dalam mengakselerasi ekonomi syariah sebagai solusi perekonomian umat.

    Ekonomi syariah saat ini menjadi fokus pemerintah, melihat dari perkembangan industri halal global yang semakin meningkat pesat. Saat ini, menurut data terakhir dari The State of The Global Islamic Economy Report 2020-2021, Indonesia menempati posisi ke-4 pada global Islamic indicator. Posisi Indonesia tersebut mengalami peningkatan dari tahun 2019 yaitu berada pada peringkat ke-10 (Indonesia, 2021). Bahkan, menurut data ICD Refinit Development Report 2020, untuk kategori keuangan syariah, Indonesia berada pada peringkat ke-2 (ICD, 2020).

    Untuk itu, peran pesantren melalui seperangkat sumber dayanya sangat dibutuhkan dalam pengembangan perekonomian umat. Dalam hal ini, pesantren dapat mengambil peran pada mengembangkan keuangan syariah, santripreneur, maupun dalam pembangunan ketahanan pangan.

    Memperkuat Pengembangan Sumber Daya Umat di Pesantren

    Sumber daya umat menjadi salah satu elemen penting dalam suatu ekosistem sosial. Oleh karena itu, perlu penguatan sumber daya umat yang berada di pesantren. Tujuan dari penguatan ini adalah untuk menghasilkan output yang kompetitif serta profesional di tengah tuntutan yang semakin kompleks seiring dengan perkembangan zaman. Selain itu, diharapkan dengan penguatan ini akan membawa angin segar pada perubahan yang semakin baik.

    Penguatan pengembangan sumber daya umat di pesantren bisa dilaksanakan melalui pembekalan secara teoritis berupa keilmuan dan ability yang bisa didapatkan melalui pendidikan formal. Selain itu, untuk mengembangkan life skill, pesantren dapat melaksanakan suatu pelatihan ataupun kegiatan magang di beberapa instansi/perusahaan yang menjadi mitra pesantren (Herman, 2016). Dengan penguatan pengembangan yang dilakukan oleh pesantren maka, akan menghasilkan sumber daya umat yang bertaqwa, berilmu, beriman, terampil serta profesional dan siap untuk berkompetisi di masyarakat, tentunya berpegang teguh dengan ajaran agama Islam.

    Pengembangan Lembaga Keuangan Syariah Melalui Pesantren

    Keuangan syariah menjadi salah satu indikator yang menunjukkan peningkatan pesat pada ekosisitem ekonomi syariah. Peningkatan tersebut menunjukkan bahwa kesadaran masyarakat akan pentingnya pengelolaan keuangan sesuai dengan ajaran Islam semakin tinggi. Namun, meskipun telah menunjukkan peningkatan yang pesat, tingkat literasi dan inklusi keuangan syariah masih rendah dibandingkan dengan konvensional, yaitu pada tahun 2019 menunjukkan angka sebesar 9,10 persen untuk inklusi dan untuk literasi sebesar 8,93 persen (OJK, 2020).

    Dengan banyaknya jumlah pesantren dan santri yang tersebar di seluruh Indonesia, hal tersebut menjadi peluang besar untuk mengembangkan keuangan syariah. Untuk itu, cara yang bisa dilakukan pesantren adalah dengan mengembangkan lembaga keuangan syariah yang ada di pesantren, seperti Baitul Maal Wat-Tamwil (BMT) dan juga Bank Wakaf Mikro (BWM). Kedua lembaga tersebut berbadan hukum koperasi. Menurut KNKS dalam siaran pers 22 Oktober 2020 lalu menjelaskan bahwa, BMT telah menjadi inklusifitas layanan keuangan syariah di masyarakat pada tingkat akar rumput. Bahkan saat ini, dukungan untuk pembiayaan koperasi syariah seperti BMT yang berada di pesantren telah dilakukan melalui program revitalisasi pembiayaan dana bergulir yang disalurkan oleh Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB) atas arahan dari Kementrian Koperasi dan UMKM (KNEKS, 2020).

    Dalam membantu perekonomian masyarakat pesantren, BMT dan BMW akan memberikan pinjaman untuk modal usaha bagi masyarakat. Terkhusus untuk BMT, layanan yang diberikan kepada masyarakat yaitu, masyarakat bisa membuka tabungan untuk menyimpan dana mereka. Selain BMT dan BMW, ada juga lembaga zakat yang akan membantu para pemberi zakat untuk menyalurkan zakatnya kepada mereka yang membutuhkan (Fathoni, 2019). Dengan adanya lembaga-lembaga tersebut, masyarakat akan semakin mengenal sistem syariah, terutamanya yang berhubungan dengan keuangan syariah.

    Penguatan Program Santripreneur

    Pesantren merupakan laboratorium dari bisnis ekonomi syariah, karena di pesantrenlah praktik riil dari teori-teori ekonomi syariah dijalankan dalam aktivitas ekonomi sehari-harinya. Karenanya, untuk semakin memperkuat perannya dalam mengakselerasi ekonomi syariah, pembekalan terhadap santri akan jiwa kewirausahaan sangatlah penting. Melalui santripreneur inilah, diharapkan mampu menumbuhkan wirausaha baru yang akan terjun ke masyarakat dan juga menggerakan masyarakat untuk mau berwirausaha. Pada program santripreneur ini, para santri akan dibekali dengan keterampilan dalam berwirausaha serta vokasi (KNEKS, 2020).

    Menurut Dirjen IKMA, sejak tahun 2013 hingga saat ini setidaknya telah ada 75 pondok pesantren dengan 9.988 santri yang tergabung dalam program santripreneur (Kemenperin, 2020). Hal tersebut merupakan capaian yang luar biasa, karena dengan semakin banyak dan meluasnya program satripreneur, ekonomi produktf berbasis industri akan semakin menguat dan dapat menumbuhkan semangat santri dalam berwirausaha serta akan lahir wirausaha-wirausaha baru baik itu dikalangan pesantren maupun di kalangan masyarakat luas, mengingat jumlah pesantren dan santrinya yang cukup banyak. Hal ini, dibuktikan dengan meningkatnya kewirausahaan di Indonesia. Menurut data dari Global Entrepreneurship Index 2019, saat ini Indonesia menduduki ranking ke 75 dari 134 negara pada kategori Entrepreneurship. Ranking tersebut menunjungkan peningkatan dibanding tahun 2018 yang saat itu Indonesia berada pada peringkat ke 94, naik sebanyak 14 peringkat (GEDI, 2020).

    Pengembangan Program Ketahanan Pangan Berbasis Pesantren

    Menurut UU Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya Pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya Pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan (JDIH BSN , 2019).

    Karenanya, ada dua cara yang bisa digunakan oleh pesantren dalam pembangunan ketahanan pangan diantaranya, green waqf dan urban farming. Green waqf merupakan suatu program wakaf produktif yang bergerak pada sektor perikanan dan pertanian dan lainnya guna menyelesaikan permasalahan dan untuk dimanfaatkan oleh pesantren ataupun masyarakat miskin sebagai maukuf alaih (penerima manfaat) (KNEKS, 2020). Selanjutnya, Urban farming merupakan suatu program atau konsep yang memanfaatkan lahan terbatas untuk dijadikan sebagai lahan produktif (Shukri, 2020). Dengan adanya urban farming ini, dimana metode tanam yang digunakan seperti hidroponik, akuaponik, budikdamber, tanam dinding dan lain sebagainya dapat memenuhi ketersediaan pangan, terutama disaat pandemi seperti ini. Bahkan, dalam skala besar urban farming berbasis pesantren juga dapat membantu masyarakat sekitar pesantren untuk memenuhi kebutuhan dengan mensupply produk yang dihasilkannya.

    Dengan besarnya potensi yang dimiliki, guna merevitalisasi peran pesantren dalam perekonomian umat di tengah pandemi Covid-19 saat ini, penguatan pada pengembangan sumber daya umat di pesantren, pengembangan lembaga keuangan syariah yang ada di pesantren seperti Baitul Maal Wat-Tamwil (BMT) dan juga Bank Wakaf Mikro (BWM), mengadakan program santripreneur yang tentunya akan menjadi bekal bagi para santri untuk siap terjun dalam kehidupan bermasyarakat dengan membuka usaha yang tentunya dapat membantu masyarakat, dan pengembangan program ketahanan pangan melalui urban farming serta green waqf. Diharapkan, hal tersebut dapat memperkuat dan mempertegas peran pesantren dalam perekonomian umat. Disamping itu, pesantren dapat menunjukkan eksistensinya tidak hanya dalam lembaga pendidikan dan dakwah namun juga dalam membantu perekonomian nasional, mengingat potensi besar yang pesantren miliki.

    DAFTAR PUSTAKA

    • Fathoni, M. A. (2019). Peran Pesantren dalam Pemberdayaan Ekonomi Umat di Indonesia. CIMAE: Conference On Islamic Management Accounting And Economics , 133-140.
    • GEDI. (2020). The Global Entrepreneurship Index 2019. Washington, D.C: thegedi.org.
    • Herman, I. (2016). Revitalisasi Peran Pesantren dalam Pengembangan Sumber Daya Umat di Era Globalisasi dan Modernisasi. CENDEKIA: Jurnal Studi Keislaman , 194-209.
    • ICD. (2020). Islamic Finance Development Report 2020. United Kingdom: icd-ps.org.
    • Indonesia. (2021). Indonesia Berpeluang Memimpin Industri Halal Dunia. Jakarta: indonesia.go.id.
    • JDIH BSN . (2019). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan. Jakarta: jdih.bsn.go.id/.
    • Kemenperin. (2020). Tumbuhkan Wirausaha IKM, Kemenperin Lanjutkan Program Santripreneur. Jakarta: kemenperin.go.id.
    • KNEKS. (2020). Pesantren Harus Menjadi Penggerak Ekonomi Kerakyatan di Tengah Pandemi Covid-19. Jakarta: knks.go.id.
    • OJK. (2020). Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan 2019. Jakarta: ojk.go.id.
    • Shukri, M. I. (2020, Juni 21). Menciptakan Budaya Menanam dari Pesantren. Dipetik Juli 12, 2021, dari https://pesantren.id: https://pesantren.id/menciptakan-budaya-menanam-dari-pesantren-4991

    Author : Mimma Maripatul Uula

    Cari info tentang ekonomi syariah? Cek aja di website KSEI Progres

    [Keep in touch with us].
    👥: Progres Tazkia 1
    🐦: @KSEI_Progres
    📷: progrestazkia
    🎥Youtube: Progres Tazkia

  • Emas sebagai Investasi Ekonom Robbani

    Emas sebagai Investasi Ekonom Robbani

    Apa itu emas? Rasanya, saat bertanya mengenai pengertian emas kepada setiap narasumber, masing-masing diantaranya akan terpusat kepada satu karakteristik yang melekat pada emas yaitu “barang berharga.” Pasalnya, benda ini merupakan logam yang jarang ditemukan dan memiliki daya tahan lebih kuat serta lama dalam mempertahankan kemurniannya (Utami, 2019). Selain dari sisi kandungan emas itu sendiri, emas kerap menjadi pilihan investor dalam berinvestasi karena dianggap praktis, aman dan minim risiko dibanding intrumen investasi lainnya (Gustina, 2013). Menurut Rosnia (2010) emas adalah suatu logam mulia yang paling diminati oleh banyak orang, tidak jarang banyaknya masyarakat yang rela mengeluarkan dana yang cukup besar dengan harapan akan memperoleh keuntungan dalam jangka panjang.

    Sebagai ekonom robbani yang akan terus memperjuangkan ekonomi syariah, tidak elegan lagi jika hanya berorientasi pada self interest dalam berinvestasi. Sudah seharusnya, setiap da’i ekonomi syariah menjunjung tinggi rasa kepedulian kepada sesama disetiap aktivitas kehidupan, tidak terkecuali dalam hal berinvestasi. Melalui emas, kini ekonom robbani dapat sekaligus menerapkan konsep filantropi ketika berinvestasi.  Intrumen zakat, infaq, shodaqoh dan wakaf menjadi bagian yang tidak terpisahkan saat pilihan investasi tidak salah sasaran, contohnya bisa dengan berinvestasi emas melalui perusahaan yang memiliki visi sejalan dengan tujuan ekonomi syariah yaitu falah.

    Sebelum membahas lebih lanjut terkait investasi sambil berfilantropi, hal penting yang perlu diingat oleh setiap seluruh hamba ilahi terutama ekonom robbani adalah prinsip-prinsip dalam syariat islam yang harus diterapkan sebagai landasan pergerakan ekonomi syariah. Begitupun dari sisi muamalahnya, setiap subjek tentunya memiliki kesempatan yang sama untuk action dan menentukan pilihan. Kemenangan (falah) yang menjadi tujuan ekonomi syariah tidak akan mungkin dapat terwujud jika pemeran da’wah tidak mengambil peran. Jika tidak mampu berperan besar, paling tidak kritis dalam mengambil tindakan. Akankah tindakan tersebut memberi manfaat kepada yang lain atau tidak, Akankah tindakan tersebut hanya untuk kepentingan pribadi saja, pertimbangan tersebut pun sudah termasuk memberi peran karena memikirkan maslahah untuk orang sekitar. Oleh karena itu, Konsep initpun dapat diterapkan saat ingin berinvestasi emas. Kini hadir perusahaan yang memberikan wadah kepada ummat untuk berinvestasi sambil berfilantopi, dalam kasus ini yaitu investasi emas.

    PT. Emas Optimasi Abadi (pemilik brand emas EOA Gold) dapat dijadikan pilihan bagi ekonom robbani yang ingin menyelamatkan asetnya dari gerusan inflasi. Perusahaan ini membuka peluang bagi pihak yang memilih emas sebagai pilihan investasi untuk masa depannya. Bukan hanya itu, menjadi konsumennya sudah termasuk menjadi bagian dari para mutashodiq (orang-orang yang berinfaq) dan wakif (orang-orang yang berwakaf). Pasalnya, perusahaan ini berkomitmen dalam mendongkrak wakaf untuk peradaban melalui income yang berhasil diperoleh dalam aktivitas bisnisnya (Cecep, 2020). Maka, misi tersebut perlu mendapatkan dukungan, terutama dari penggiat da’wah ekonomi islam, termasuk ekonom robbani dari kalangan mahasiswa-mahasiwi. “Investasi sambil sedekah” keren, bukan! Sebenarnya sih lebih dari keren, karena mendapat pahala juga.  Dengan demikian, bukan tidak mungkin sukses mulia akan menjadi sebuah keniscayaan karena keberkahan yang senantiasa menyertai kehidupan para pejuang ekonomi islam.

    Jika ada satu jalan yang membawa kepada lebih dari satu pencapaian, mengapa harus memilih jalan yang hanya mengahantarkan kepada satu pencapaian saja? Sama halnya seperti dalam hal investasi ini. Menyelamatkan asset dari gerusan inflasi sekaligus bersedekah wakaf sebagai ikhtiar menjemput ridho Allah adalah hal baik sekali dalam memanfaatkan harta yang dimiliki, sebab bukan hanya untuk kepentingan pribadi semata, namun juga perduli kepada kesejahteraan masyarakat diluar sana. Artinya, investasi emas sambil berfinlantropi itu akan membuat aset aman, banyak tabungan, hidup berkah dan tenang sebab disayang Allah yang Maha Kaya dan Maha Dermawan. Maka, nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan? 😀

    Bukan hoax bahwa Allah menyukai orang-orang yang bersedekah. Bahkan, karena begitu kagumnya Allah kepada orang-orang yang dermawan, Allah cukupkan kebutuhan orang tersebut sampai dengan memberi balasan kebaikan mereka dengan berlipat ganda. Seperti firman Allah dalam Al-Qur’an  surah Al-Baqarah ayat 261:

    مَثَلُ الَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ اَمْوَالَهُمْ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ اَنْۢبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِيْ كُلِّ سُنْۢبُلَةٍ مِّائَةُ حَبَّةٍ ۗ وَاللّٰهُ يُضٰعِفُ لِمَنْ يَّشَاۤءُ ۗوَاللّٰهُ وَاسِعٌ عَلِيْمٌ

    Artinya:  “Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang dia kehendaki. Dan Allah maha luas (karunia-Nya) lagi maha mengetahui.

    Jadi, yuk tanamkan kecintaan dalam bersedekah. Jika tidak secara langsung, paling tidak dengan,penerapan setiap aktivitas kehidupan yang dapat memberikan dampak baik untuk banyak orang. Mari mendukung perjalanan perjuangan ekonomi syariah dengan turut andil beraktivitas ekonomi sekaligus mengejar ridho ilahi. Semangat mengamalkan, kawan seperjuangan!


    Author : Siti Annisa Satifa

    Cari info tentang ekonomi syariah? Cek aja di website KSEI Progres

    [Keep in touch with us].
    👥: Progres Tazkia 1
    🐦: @KSEI_Progres
    📷: progrestazkia
    🎥Youtube: Progres Tazkia

  • Harta dan Kepemilikan dalam Perspektif Ekonomi Syariah

    Harta dan Kepemilikan dalam Perspektif Ekonomi Syariah

    Harta dan kekayaan merupakan salah satu hasil dari upaya manusia dalam bekerja. Allah telah memberikan kenikmatan bumi dan seisinya guna dimanfaatkan manusia untuk mencari rezeki. “Allahlah yang telah menciptakan langit dan bumi dan menurunkan hujan dari langit, kemudian dia mengeluarkan dengan air hujan itu berbagai buah-buahan menjadi rezeki untukmu, dan dia telah menundukkan (pula) bagimu sungai-sungai. Dan dia twelah menundukan (pula) bagimu matahari dan bulan yang terus menerus beredar (dalam orbitnya), dan telah menundukkan bagimu malam dan siang. Dan dia telah 11 memberikan kepadamu (keperuanmu) dari segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya …” (QS. Ibrahim (14) : 32-34).

    Ayat tersebut mengandung makna bahwa sangatlah luas nikmat dan karunia Allah yang bisa dimanfaatkan oleh manusia dalam memperoleh harta. Dalam teori, tentu ada suatu sistem yang mempengaruhinya. Pada umumnya, sistem ekonomi kapitalis mengatur harta dan kepemilikan secara individu. Sedangkan sistem ekonomi sosialis mengakui secara penuh kepemilikan yang bersifat kolektif. Ekonomi islam hadir ditengah-tengah ekonomi kapitalis dan ekonomi sosialis dalam konsep ini. Ekonomi islam merupakan sistem ekonomi yang kapitalis namun sosialis. Sistem ekonomi islam hadir sebagai sistem ekonomi yang adil dan ditegakan di antara individu dan masyarakat dalam konsep harta dan kepemilikan.

    Harta dalam bahasa Arab disebut al-maal yang dapat diartikan secara bahasa berarti condong, cenderung atau miring. Sedangkan secara istilah adalah Sesuatu yang dibutuhkan dan diperoleh manusia, baik berupa benda yang tampat seperti emas, perak, binatang, tumbuh-tumbuhan maupun (yang tidak tampak), yakni manfaat seperti: pakaian dan tempat tinggal. Menurut ulama hanafiyah, harta adalah segala sesuatu yang naluri manusia cenderung kepadanya dan dapat disimpan sampai batas waktu yang diperlukan.

    Kedudukannya dalam Islam merupakan suatu kemaslahatan untuk manusia. Allah telah menjelaskan kedudukannya sebagai perhiasan dunia dalam Al-Quran surat Al-Kahfi ayat 46:

    اَلْمَالُ وَالْبَنُوْنَ زِيْنَةُ الْحَيٰوةِ الدُّنْيَاۚ وَالْبٰقِيٰتُ الصّٰلِحٰتُ خَيْرٌ عِنْدَ رَبِّكَ ثَوَابًا وَّخَيْرٌ اَمَلًا

    Artinya: “Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amal kebajikan yang terus-menerus adalah lebih baik. Pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.” (Al-Kahfi : 46)

    Ayat tersebut menjelaskan bahwa harta dijadikan perhiasan bagi manusia, sehingga karena dengan harta manusia bisa saja sombong dan takabur.

    Pembagian Jenis-Jenis

    Menurut para ahli fiqh, harta dapat dilihat dari beberapa aspek, dimana setiap bagiannya memiliki ciri dan hukum tertentu. Pembagian jenis tersebut antara lain:

    a) Berdasarkan hukumnya

    Pembagiannya berdasarkan manfaatnya adalah mutaqawwim dan ghairu mutaqawwim. Mutaqawwim adalah yang halal dan boleh dimanfaatkan. Ghairu mutaqawwim adalah yang halal dan tidak boleh dimanfaatkan.

    b)       Berdasarkan pembedaan jenis kesatuan

    Dibagi menjadi mitsli dan qimmi. Mitsli adalah harta yang jika dibandingkan dengan sejenisnya dianggap sama/tidak berbeda. Sedangkan qimmi adalah yang jika dibandingkan dengan sejenisnya dianggap tidak sama/memiliki berbeda. Misalnya kain tapis yang ada di Malaysia tidak bisa disamakan dengan yang kain yang ada di Indonesia karena kain tapis milik Malaysia dan susah didapatkan di Indonesia (Syafe’i, 2001).

    c)       Berdasarkan kegunaannya

    Dibagi menjadi istihlaki dan istimali. Istihlaki adalah yang habis dipakai. Sedangkan istimali adalah yang tidak habis pakai

    d)      Berdasarkan fisiknya

    Terdiri dari: pertama, manqul yaitu bergerak yang dapat dipindahkan. Kedua, ghairu manqul yaitu tidak bergerak yang tidak dapat dipindahkan. Ketiga, ain adalah berbentuk benda yang dapat dilihat. Keempat, dayn adalah yang masih dalam pertanggungjawaban seseorang seperti piutang. Kelima, harta naf’I adalah yang tidak ada bentuk fisiknya namun terus berkembang seperti saham (Masadi, 2002).

    e)       Berdasarkan haknya

    Terdiri dari: pertama, mamluk yaitu dalam kepemilikan seseorang terhadap lembaga badan hukum. Kedua, mubah yaitu yang asalnya bukan milik seseorang seperti air dan udara. Ketiga, mahjur adalah yang harus dibagikan kepada orang lain seperti wakaf.

    f)       Berdasarkan pembagiannya

    Terdiri dari: pertama, yang dapat dibagi seperti beras yang tidak ada kerusakan apabila hal tersebut dibagikan. Kedua, tidak dapat dibagi seperti gelas karena akan ada kerusakan apabila satu gelas dibagi-bagi kepada orang banyak.

    g)       Berdasarkan cara memperoleh

    Terdiri dari: pertama, pokok yaitu hal utama seseorang dalam memenuhi kebutuhan. Kedua, hasil yaitu harta yang dihasilkan dari harta lain seperti hasil panen buah

    h)       Berdasarkan pencampurannya

    Terdiri dari: pertama, khas yaitu milik pribadi dan tidak boleh diambil manfaatnya tanpa persetujuan pemilik. Kedua, am yaitu kepemilikan yang wujud dan manfaatnya boleh digunakan bersama.

    Kepemilikan

    • Pengertian Kepemilikan

    Pengertian kepemilikan ditinjau menurut Bahasa yang berasal dari Bahasa arab yaitu almilik yang berarti pengusaaan terhadap wujud dan manfaat yang dimiliki. Adapun, definisi milk menurut ulama fiqh: “Pengkhususan seseorang terhadap suatu benda yang memungkinkannya untuk bertindak hukum terhadap benda itu (sesuai dengan keinginannya), selama tidak ada halangan syara.” (Bahasa), 1997). Kepemilikan juga dapat diartikan sebagai suatu  korelasi individu dengan harta yang dimilikinya dan tentunya dengan jalan yang telah dibenarkan oleh Allah.

    Menurut Ghufron A Masadi (Masadi, 2002), mengeani sebab-sebab kepemilikan perspektif Islam terdiri dari tiga. Pertama, Ihraz al mubahat artinya bolehnya memiliki harta yang belum ada pemiliknya. Kedua, Al Tawallud min al-mamluk artinya harta yang didapatkan dari perolehan harta lain. Ketiga, Al Khalafiyah yaitu harta yang didapatkan karena suatu proses ganti rugi atau warisan. Keempat, al aqd yaitu harta yang diperoleh karena proses akad muamalah.

    Sedangkan, Taqyudin An-Nabhani berpendapat bahwa cara memperoleh harta dalam islam antara lain: bekerja, warisan, harta dari negara, harta dari Baitul mal, dan harta hibah.

    Prinsip-prinsip kepemilikan harta:

    Kepemilikan harta dalam islam mengandung akibat hukum. Maka dari itu prinsip-prinsip kepemilikan dibagi menjadi antara lain sebagai berikut:

    1. Milk Ain merupakan hanya memiliki wujud barang saja namun tidak punya hak atas manfaatnya.
    2. Milk at tam yaitu kepemilikan penuh artinya memiliki wujud barang dan manfaat barang tersebut.
    3. Milk an naqish adalah hanya memiliki salah satu dari barang atau manfaatnya saja
    4. Kepemilikan yang tidak dapat digugurkan dan tidak dapat dipindahkan kepada orang lain.

    Konsep Kepemilikan Harta Menurut Tinjauan Ekonomi Syariah

    • Kepemilikan Perseorangan

    Kepemilikan pribadi adalah hak seseorang untuk menggunakan beberapa properti. Harta itu diperoleh dari usaha yang dijalankan. Kepemilikan pribadi ialah hukum syariah Islam yang berlaku untuk barang, termasuk manfaat dan materi dan dapat menjadikan seseorang dalam menerima kompensasi atau menggunakan harta karena barang tersebut digunakan oleh orang lain. Hak individu dilindungi serta sudah diatur oleh syariat Islam. Maka, bagi siapa saja yang menyalahgunakan hak tersebut, hukum syara memberikan sanksi pencegahan. Hukum Syariah juga mengatur bahwa metode atau alasan kepemilikan adalah cara tertentu hukum Syariah melegalkan kepemilikan seseorang atas sesuatu. Yang mana: Ihrazul Mubahat: yaitu memiliki sesuatu yang bukan milik orang lain, contohnya mengambil air dari mata air. Khalafiyah: memiliki harta melalui warisan. Tawalud bi mamluk: ialah kepemilikan harta karena penambahan harta atau kelahiran. Aqad: yaitu kepemilikan harta yang timbul karena terjadinya akad, misalnya jual beli.

    • Kepemilikan umum

    Kepemilikan umum adalah kepemilikan atas barang-barang atau barang-barang yang secara bersama-sama digunakan oleh setiap masyarakat misalnya api, air, jalan, sungai, rumput, dan sebagainya. Pengelolaan barang milik umum hanya dilakukan oleh negara. Karena jika diserahkan sepenuhnya kepada masyarakat akan menimbulkan ketimpangan antara yang lemah dan yang kuat. Maka, demi tercapainya kesejahteraan bersama, upaya pemerintah dalam mengelola kekayaan seperti harus adil.

    • Kepemilikan Negara

    Kepemilikan negara adalah kepemilikan harta benda atau sesuatu, dan hak untuk menggunakannya ada di tangan pemimpin sebagai kepala Negara. Misalnya harta fai, ghanimah, pajak tanah, jizyah khusus, serta lainnya. Barang kewenangan negara sepatutnya digunakan sebagai kepentingan negara misalnya membayar gaji PNS, APBN, dan lainnya.

    Pemanfaatan Kepemilikan Harta

    • Pembagian

    Pengembangan harta terkait dengan sarana dan cara yang mengarah pada peningkatan kekayaan, seperti produksi pertanian, perdagangan, industri, dan investasi. Hukum pembangunan real estate di sini adalah cara dan sarana yang mengikat secara hukum untuk menghasilkan properti. Contohnya, dilarang menyerahkan tanah lebih dari 3 tahun. Lalu contohnya di bidang perdagangan, seperti penipuan. Tentu saja menurut Syara, ini akan membatalkan pengembangan properti.

    • Penggunaan

    Penggunaan properti mengacu pada penggunaan properti dengan atau tanpa manfaat materi yang diperoleh oleh Islam, dan orang-orang didorong untuk menggunakan kekayaan mereka tidak hanya untuk keuntungan pribadi dengan manfaat yang terlihat, tetapi untuk kepentingan ibadah ataupun kepentingan orang lain. Misalnya ZISWAF. Ini pasti akan membantu orang lain, terutama bagi yang membutuhkan. Agama Islam pula melarang penggunaan harta yang dilarang oleh syara’, contohnya suap, perjudian, dan pembelian barang atau jasa yang sudah jelas keharamanya.


    Author : Indriani

    Cari info tentang ekonomi syariah? Cek aja di website KSEI Progres

    [Keep in touch with us].
    👥: Progres Tazkia 1
    🐦: @KSEI_Progres
    📷: progrestazkia
    🎥Youtube: Progres Tazkia

  • Nilai Instrumental dalam Ekonomi Islam

    Nilai Instrumental dalam Ekonomi Islam

    Nilai instrumental atau basis kebijakan merupakan sesuatu yang dimiliki setiap sistem ekonomi, nilai instrumental ini yang menjadi syarat terlaksananya sistem ekonomi, dan sistem tersebut dapat dijalankan bila terdapat nilai instrumental di dalamnya. Jika dalam ekonomi kapitalis nilai instrumentalnya terdapat pada kebebasan tanpa restriksi untuk keluar masuk pasar. Dalam sosialis justru sebaliknya, semua kegiatan ekonomi dilakukan secara terpusat dimana faktor produksi diatur secara kolektif sehingga individu tidak memiliki kebebasan keluar masuk pasar. Sedangkan dalam ekonomi Islam memiliki nilai instrumental yang membebaskan individu dan pemerintah untuk masuk dalam kegiatan ekonomi.

    Ada beberapa nilai instrumental dari sistem ekonomi Islam yang berpengaruh pada pola hidup maupun tingkah laku dalam kegiatan ekonomi individu maupun masyarakat. Diantaranya sebagai berikut:

    Zakat
    Zakat ialah sebagian harta (maal) yang harus didistribusikan oleh seorang muslim apabila harta tersebut telah memenuhi ketentuan syariat; mencapai nishab dan haul, yang akan diberikan kepada orang yang memiliki hak untuk mendapatkannya; setidaknya ada 8 asnaf penerima zakat (Q.S. At-Taubah:60).

    Pada masa awal Islam zakat menjadi sumber pendapatan utama negara yang membiayai sumber dana jaminan sosial. Zakat menjadi salah satu filantropi ekonomi Islam yang memiliki pengaruh besar, diantaranya: (1) zakat mampu mengentaskan kesenjangan ekonomi karena zakat mendorong pendistribusian harta dari mereka yang berkelebihan harta kepada mereka yang membutuhkan sehingga kebutuhan pokoknya terpenuhi, (2) baik secara langsung ataupun tidak langsung zakat akan berpengaruh kepada pola konsumsi masyarakat sehingga hal ini akan memberikan dampak terhapusnya perbedaan kelas yang menonjol di masyarakat akibat perbedaan pendapatan, (3) zakat mampu membendung inflasi serta mampu meningkatkan produktivitas testosterone cypionate masyarakat apabila dana zakat tersebut dikelola melalui usaha yang produktif. Karena dari dana zakat seseorang yang miskin akan memiliki modal untuk mendirikan usaha sehingga lapangan pekerjaan pun akan terbuka luas dan mereka yang semula mustahik tidak mustahil akan berubah menjadi muzakki.

    Larangan Riba
    Riba merupakan nilai instrumental yang erat kaitannya dengan penghapusan praktik ketidakadilan dan kedzaliman (Q.S. Al-Baqarah: 278-279). Pelarangan riba secara sempit sama halnya dengan menghapus eksploitasi yang timbul dalam kegiatan jual beli ataupun hutang piutang. Secara luas pelarangan riba memiliki makna pelarangan segala bentuk kegiatan ekonomi yang mengakibatkan ketidakadilan dan kedzaliman.

    Dampak dari adanya riba secara makro akan berpengaruh pada naiknya angka inflasi. Hal ini dikarenakan suku bunga/riba yang dibebankan atas nasabah akan berefek pada naiknya biaya/beban produksi dimana pada akhirnya hal ini akan menaikkan harga atau inflasi secara keseluruhan. Jika harga sudah meningkat, maka pasti akan ada segelintir msyarakat yang terkena dampak negatifnya yaitu golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah. Inflasi dapat menyebabkan seseorang yang semula muzaki akan jatuh miskin dan tidak mustahil jika mereka menjadi mustahik. Hal ini disebabkan karena kenaikan harga yang pada akhirnya membuat mereka tidak mampu mencukupi kebutuhan dasar hidupnya.

    Kerjasama ekonomi
    Dalam kapitalis yang menjadi ciri khas sistem ekonomi ini ialah seluruh kegiatan ekonomi yang bebas terutama dalam hal kompetisi pasar, sehingga mereka menganggap orang lain sebagai pesaing atau kompetitor. Sedangkan dalam sosialis sebaliknya, semua kegiatan ekonomi diatur oleh pemerintah sehingga tidak ada persaingan dan kebebasan dalam pasar. Lain halnya dengan ekonomi Islam yang menonjolkan kerjasama dalam semua kegiatan ekonominya baik pada sektor produksi, distribusi maupun konsumsi.

    Hal ini tercermin dalam akad-akad muamalah seperti syirkah, mudharabah dan sebagainya. Menurut Daud Ali dari hal-hal tersebut dapat menciptakan kesejahteraan sosial, mengentaskan kesengsaraan masyarakat (Q.S Al – Imran: 103, Al – Maidah: 3, At – Taubah: 71, 105), menghilangkan serta mencegah ketidakadilan dan penindasan dalam ekonomi serta mencegah terjadinya ketidakmerataan dalam pendistribusian kekayaan (Q.S Al – Isra: 16, Al – Haqqah: 25-37, 89), dan melindungi mereka yang lemah (Q.S. An-Nisa: 5-10, Al – Fajr: 17-26). Dari hal tersebut maka spesialisasi tenaga kerja dapat dilakukan dengan optimal, dan keadilan serta pemerataan ekonomi dapat diwujudkan dan ditegakkan.

    Jaminan sosial
    Islam merupakan agama yang tidak mengenal kasta, semua orang mendapatkan hak yang sama termasuk dalam jaminan sosial atas kebutuhan dasar hidup (basic needs) yang diberikan kepada semua lapisan masyarakat (Q.S. At-Taubah: 6). Urgensi jaminan sosial dalam Islam dijelaskan dalam Al-Qur’an sebagai berikut: (1) kekayaan alam harus bisa dinikmati oleh semua makhluk-Nya (Q.S. Al – An’am: 38, Ar- Rahman: 10), (2) memperhatikan kelayakan hidup orang miskin adalah tugas mereka yang memiliki kelebihan harta (Q.S. Adz- Dzariyat: 19, Al- Ma’arij: 24), (3) harta tidak boleh berputar dan hanya dinikmati oleh golongan tertentu saja, (4) memperlakukan orang lain dengan baik sebagaimana Allah memperlakukanmu dengan baik (Q.S. Al-Qashash: 77), yaitu dengan cara; (5) orang yang tidak memiliki kelebihan harta bisa ikut berpartisipasi dalam kegiatan sosial dengan menyumbangkan tenaga (Q.S. At -Taubah: 79), (6) seseorang yang memberikan harta dan tenaganya untuk kepentingan pribadi, keluarga serta sosial masyarakat janganlah hanya karena ingin dipuji orang lain (Q.S. At-Taubah: 262), (7) orang yang mendapatkan jaminan sosial tersebut harus diberikan minimal kepada orang yang masuk kedalam golongan yang telah ditentukan dalam Al-Qur’an (Q.S. Al-Baqarah: 273, At-Taubah: 60), etc.

    Jika jaminan sosial diatas dilaksanakan dengan optimal maka tugas manusia disamping beribadah kepada Allah, menjaga diri dari sifat tamak dan egosimenya, juga telah membersihkan dan mendistribusikan kekayaan atas ajaran syariat. Tentu saja hal tersebut akan mewujudkan pertumbuhan yang sustainable, seimbang serta berkeadilan.

    Peran Pemerintah
    Lain halnya dengan sistem kapitalis yang mereduksi tugas pemerintah serta memberi mandat yang bebas atas swasta/pelaku pasar dan sistem sosialis yang sangat mereduksi peran pelaku pasar serta peran sentral yang kuat oleh pusat (negara/pemerintah), dalam Islam sistem ekonominya berada diantara keduanya. Sistem ekonomi Islam memberikan kebebasan kepada swasta sekaligus peran pemerintah sebagai regulator, artinya Islam menghormati mekanisme pasar dengan menyeimbangkan peran antara pemerintah dan swasta, dengan demikian hal ini mencegah terjadinya distorsi pasar, seperti praktik tadlis, dzalim, ikhtikar dan lain-lain.

    Peran negara atau pemerintah pada masa awal Islam dilaksanakan oleh Al-Hisbah yaitu sebuah lembaga pengawas pasar yang bertugas mengatur persoalan dalam pasar. Hal ini bukan hanya menyangkut mekanisme kegiatan dalam pasar tetapi juga sisi moral pelaku pasar seperti memerintahkan untuk mendirikan sholat jum’at, melarang tindakan yang dapat merugikan orang lain; berdusta, mengurangi takaran atau timbangan dan jenis transaksi yang merugikan lainnya. Ini berarti keikutsertaan peran pemerintah/negara selain bertindak mengawasi interaksi pasar juga bertugas mencari solusi untuk mengatasi permasalahan didalam pasar. Pada akhirnya hal ini akan berpengaruh pada tegaknya keadilan, keseimbangan, kebebasan dan kebersamaan disemua kalangan masyarakat.

    Penutup
    Islam memiliki sistem ekonomi tersendiri, yang berdiri sendiri dan bukan menjadi bagian atau perpaduan dari sistem ekonomi sosialisme dan kapitalisme. Sistem ekonomi Islam berada ditengah-tengah dengan nilai instrumental yang sangat berlainan dari kedua sistem ekonomi tersebut.

    Islam tidak menjadikan seseorang menjadi pemegang kendali pusat (antroposentrisme) tetapi sebagai khalifah dimuka bumi yang bertugas mengabdi serta menjaga apa yang Allah percayakan. Maka dari itu, sistem ekonomi Islam telah meletakan basis-basis kebijakannya pada beberapa hal, berupa; (1) perintah mendistribusikan harta berupa zakat dari yang kelebihan dana (muzakki) kepada mereka yang membutuhkan (mustahiq), (2) pelarangan praktik eksploitasi (riba), (3) pemberian jaminan sosial atas mereka yang memiliki hak untuk mendapatkannya, (4) membangun kerjasama ekonomi baik antar individu, kalangan masyarakat maupun antar negara, (5) memberikan peran kepada lembaga pemerintah sebagai pengawas pasar sehingga akan terciptanya sinergi antar swasta/pelaku pasar yang akan mewujudkan keamanan, keadilan serta kemakmuran ditengah masyarakat.


    Author : Syahdatul Maulida 

    Cari info tentang ekonomi syariah? Cek aja di website KSEI Progres

    [Keep in touch with us].
    👥: Progres Tazkia 1
    🐦: @KSEI_Progres
    📷: progrestazkia
    🎥Youtube: Progres Tazkia