Harta dan Kepemilikan dalam Perspektif Ekonomi Syariah

Harta dan Kepemilikan dalam Perspektif Ekonomi Syariah

Harta dan kekayaan merupakan salah satu hasil dari upaya manusia dalam bekerja. Allah telah memberikan kenikmatan bumi dan seisinya guna dimanfaatkan manusia untuk mencari rezeki. “Allahlah yang telah menciptakan langit dan bumi dan menurunkan hujan dari langit, kemudian dia mengeluarkan dengan air hujan itu berbagai buah-buahan menjadi rezeki untukmu, dan dia telah menundukkan (pula) bagimu sungai-sungai. Dan dia twelah menundukan (pula) bagimu matahari dan bulan yang terus menerus beredar (dalam orbitnya), dan telah menundukkan bagimu malam dan siang. Dan dia telah 11 memberikan kepadamu (keperuanmu) dari segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya …” (QS. Ibrahim (14) : 32-34).

Ayat tersebut mengandung makna bahwa sangatlah luas nikmat dan karunia Allah yang bisa dimanfaatkan oleh manusia dalam memperoleh harta. Dalam teori, tentu ada suatu sistem yang mempengaruhinya. Pada umumnya, sistem ekonomi kapitalis mengatur harta dan kepemilikan secara individu. Sedangkan sistem ekonomi sosialis mengakui secara penuh kepemilikan yang bersifat kolektif. Ekonomi islam hadir ditengah-tengah ekonomi kapitalis dan ekonomi sosialis dalam konsep ini. Ekonomi islam merupakan sistem ekonomi yang kapitalis namun sosialis. Sistem ekonomi islam hadir sebagai sistem ekonomi yang adil dan ditegakan di antara individu dan masyarakat dalam konsep harta dan kepemilikan.

Harta dalam bahasa Arab disebut al-maal yang dapat diartikan secara bahasa berarti condong, cenderung atau miring. Sedangkan secara istilah adalah Sesuatu yang dibutuhkan dan diperoleh manusia, baik berupa benda yang tampat seperti emas, perak, binatang, tumbuh-tumbuhan maupun (yang tidak tampak), yakni manfaat seperti: pakaian dan tempat tinggal. Menurut ulama hanafiyah, harta adalah segala sesuatu yang naluri manusia cenderung kepadanya dan dapat disimpan sampai batas waktu yang diperlukan.

Kedudukannya dalam Islam merupakan suatu kemaslahatan untuk manusia. Allah telah menjelaskan kedudukannya sebagai perhiasan dunia dalam Al-Quran surat Al-Kahfi ayat 46:

اَلْمَالُ وَالْبَنُوْنَ زِيْنَةُ الْحَيٰوةِ الدُّنْيَاۚ وَالْبٰقِيٰتُ الصّٰلِحٰتُ خَيْرٌ عِنْدَ رَبِّكَ ثَوَابًا وَّخَيْرٌ اَمَلًا

Artinya: “Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amal kebajikan yang terus-menerus adalah lebih baik. Pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.” (Al-Kahfi : 46)

Ayat tersebut menjelaskan bahwa harta dijadikan perhiasan bagi manusia, sehingga karena dengan harta manusia bisa saja sombong dan takabur.

Pembagian Jenis-Jenis

Menurut para ahli fiqh, harta dapat dilihat dari beberapa aspek, dimana setiap bagiannya memiliki ciri dan hukum tertentu. Pembagian jenis tersebut antara lain:

a) Berdasarkan hukumnya

Pembagiannya berdasarkan manfaatnya adalah mutaqawwim dan ghairu mutaqawwim. Mutaqawwim adalah yang halal dan boleh dimanfaatkan. Ghairu mutaqawwim adalah yang halal dan tidak boleh dimanfaatkan.

b)       Berdasarkan pembedaan jenis kesatuan

Dibagi menjadi mitsli dan qimmi. Mitsli adalah harta yang jika dibandingkan dengan sejenisnya dianggap sama/tidak berbeda. Sedangkan qimmi adalah yang jika dibandingkan dengan sejenisnya dianggap tidak sama/memiliki berbeda. Misalnya kain tapis yang ada di Malaysia tidak bisa disamakan dengan yang kain yang ada di Indonesia karena kain tapis milik Malaysia dan susah didapatkan di Indonesia (Syafe’i, 2001).

c)       Berdasarkan kegunaannya

Dibagi menjadi istihlaki dan istimali. Istihlaki adalah yang habis dipakai. Sedangkan istimali adalah yang tidak habis pakai

d)      Berdasarkan fisiknya

Terdiri dari: pertama, manqul yaitu bergerak yang dapat dipindahkan. Kedua, ghairu manqul yaitu tidak bergerak yang tidak dapat dipindahkan. Ketiga, ain adalah berbentuk benda yang dapat dilihat. Keempat, dayn adalah yang masih dalam pertanggungjawaban seseorang seperti piutang. Kelima, harta naf’I adalah yang tidak ada bentuk fisiknya namun terus berkembang seperti saham (Masadi, 2002).

e)       Berdasarkan haknya

Terdiri dari: pertama, mamluk yaitu dalam kepemilikan seseorang terhadap lembaga badan hukum. Kedua, mubah yaitu yang asalnya bukan milik seseorang seperti air dan udara. Ketiga, mahjur adalah yang harus dibagikan kepada orang lain seperti wakaf.

f)       Berdasarkan pembagiannya

Terdiri dari: pertama, yang dapat dibagi seperti beras yang tidak ada kerusakan apabila hal tersebut dibagikan. Kedua, tidak dapat dibagi seperti gelas karena akan ada kerusakan apabila satu gelas dibagi-bagi kepada orang banyak.

g)       Berdasarkan cara memperoleh

Terdiri dari: pertama, pokok yaitu hal utama seseorang dalam memenuhi kebutuhan. Kedua, hasil yaitu harta yang dihasilkan dari harta lain seperti hasil panen buah

h)       Berdasarkan pencampurannya

Terdiri dari: pertama, khas yaitu milik pribadi dan tidak boleh diambil manfaatnya tanpa persetujuan pemilik. Kedua, am yaitu kepemilikan yang wujud dan manfaatnya boleh digunakan bersama.

Kepemilikan

  • Pengertian Kepemilikan

Pengertian kepemilikan ditinjau menurut Bahasa yang berasal dari Bahasa arab yaitu almilik yang berarti pengusaaan terhadap wujud dan manfaat yang dimiliki. Adapun, definisi milk menurut ulama fiqh: “Pengkhususan seseorang terhadap suatu benda yang memungkinkannya untuk bertindak hukum terhadap benda itu (sesuai dengan keinginannya), selama tidak ada halangan syara.” (Bahasa), 1997). Kepemilikan juga dapat diartikan sebagai suatu  korelasi individu dengan harta yang dimilikinya dan tentunya dengan jalan yang telah dibenarkan oleh Allah.

Menurut Ghufron A Masadi (Masadi, 2002), mengeani sebab-sebab kepemilikan perspektif Islam terdiri dari tiga. Pertama, Ihraz al mubahat artinya bolehnya memiliki harta yang belum ada pemiliknya. Kedua, Al Tawallud min al-mamluk artinya harta yang didapatkan dari perolehan harta lain. Ketiga, Al Khalafiyah yaitu harta yang didapatkan karena suatu proses ganti rugi atau warisan. Keempat, al aqd yaitu harta yang diperoleh karena proses akad muamalah.

Sedangkan, Taqyudin An-Nabhani berpendapat bahwa cara memperoleh harta dalam islam antara lain: bekerja, warisan, harta dari negara, harta dari Baitul mal, dan harta hibah.

Prinsip-prinsip kepemilikan harta:

Kepemilikan harta dalam islam mengandung akibat hukum. Maka dari itu prinsip-prinsip kepemilikan dibagi menjadi antara lain sebagai berikut:

  1. Milk Ain merupakan hanya memiliki wujud barang saja namun tidak punya hak atas manfaatnya.
  2. Milk at tam yaitu kepemilikan penuh artinya memiliki wujud barang dan manfaat barang tersebut.
  3. Milk an naqish adalah hanya memiliki salah satu dari barang atau manfaatnya saja
  4. Kepemilikan yang tidak dapat digugurkan dan tidak dapat dipindahkan kepada orang lain.

Konsep Kepemilikan Harta Menurut Tinjauan Ekonomi Syariah

  • Kepemilikan Perseorangan

Kepemilikan pribadi adalah hak seseorang untuk menggunakan beberapa properti. Harta itu diperoleh dari usaha yang dijalankan. Kepemilikan pribadi ialah hukum syariah Islam yang berlaku untuk barang, termasuk manfaat dan materi dan dapat menjadikan seseorang dalam menerima kompensasi atau menggunakan harta karena barang tersebut digunakan oleh orang lain. Hak individu dilindungi serta sudah diatur oleh syariat Islam. Maka, bagi siapa saja yang menyalahgunakan hak tersebut, hukum syara memberikan sanksi pencegahan. Hukum Syariah juga mengatur bahwa metode atau alasan kepemilikan adalah cara tertentu hukum Syariah melegalkan kepemilikan seseorang atas sesuatu. Yang mana: Ihrazul Mubahat: yaitu memiliki sesuatu yang bukan milik orang lain, contohnya mengambil air dari mata air. Khalafiyah: memiliki harta melalui warisan. Tawalud bi mamluk: ialah kepemilikan harta karena penambahan harta atau kelahiran. Aqad: yaitu kepemilikan harta yang timbul karena terjadinya akad, misalnya jual beli.

  • Kepemilikan umum

Kepemilikan umum adalah kepemilikan atas barang-barang atau barang-barang yang secara bersama-sama digunakan oleh setiap masyarakat misalnya api, air, jalan, sungai, rumput, dan sebagainya. Pengelolaan barang milik umum hanya dilakukan oleh negara. Karena jika diserahkan sepenuhnya kepada masyarakat akan menimbulkan ketimpangan antara yang lemah dan yang kuat. Maka, demi tercapainya kesejahteraan bersama, upaya pemerintah dalam mengelola kekayaan seperti harus adil.

  • Kepemilikan Negara

Kepemilikan negara adalah kepemilikan harta benda atau sesuatu, dan hak untuk menggunakannya ada di tangan pemimpin sebagai kepala Negara. Misalnya harta fai, ghanimah, pajak tanah, jizyah khusus, serta lainnya. Barang kewenangan negara sepatutnya digunakan sebagai kepentingan negara misalnya membayar gaji PNS, APBN, dan lainnya.

Pemanfaatan Kepemilikan Harta

  • Pembagian

Pengembangan harta terkait dengan sarana dan cara yang mengarah pada peningkatan kekayaan, seperti produksi pertanian, perdagangan, industri, dan investasi. Hukum pembangunan real estate di sini adalah cara dan sarana yang mengikat secara hukum untuk menghasilkan properti. Contohnya, dilarang menyerahkan tanah lebih dari 3 tahun. Lalu contohnya di bidang perdagangan, seperti penipuan. Tentu saja menurut Syara, ini akan membatalkan pengembangan properti.

  • Penggunaan

Penggunaan properti mengacu pada penggunaan properti dengan atau tanpa manfaat materi yang diperoleh oleh Islam, dan orang-orang didorong untuk menggunakan kekayaan mereka tidak hanya untuk keuntungan pribadi dengan manfaat yang terlihat, tetapi untuk kepentingan ibadah ataupun kepentingan orang lain. Misalnya ZISWAF. Ini pasti akan membantu orang lain, terutama bagi yang membutuhkan. Agama Islam pula melarang penggunaan harta yang dilarang oleh syara’, contohnya suap, perjudian, dan pembelian barang atau jasa yang sudah jelas keharamanya.


Author : Indriani

Cari info tentang ekonomi syariah? Cek aja di website KSEI Progres

[Keep in touch with us].
👥: Progres Tazkia 1
🐦: @KSEI_Progres
📷: progrestazkia
🎥Youtube: Progres Tazkia

Leave a Reply