Materi KAKAP: 14 Juli 2022

Dalam Islam ada sebuah akad yang diperuntukkan sebagai media tolong menolong yang dikenal sebagai akad tabarru’. Akad inilah yang dijadikan sebagai pijakan dalam bidang Mu’amalah sebagai akad dasar tolong menolong. Dari akad Tabarru’ maka dikembangkan menjadi sebuah amal yang disebut sebagai Ta’awwun atau dalam khalayak ramai Ta’awwun lebih dikenal sebagai Asuransi Syariah.

Syariah sendiri menurut Syekh Besar Al-Azhar Syekh Mahmud Syaltut Syariah adalah hukum Allah atau peraturan yang diturunkan oleh Allah kepada manusia untuk dijadikan pedoman dalam hubungannya secara tiga dimensi. Ditambah H.A.R. Gibb berpendapat bahwa Syariah adalah hukum Allah yang paling efektif untuk membentuk tatanan sosial dari segala macam gejolak politik.

Dalam sistem nya sekilas terlihat sama antara Asuransi Konvensional dan Syariah akan tetapi bila ditelisik lebih dalam ada perbedaan yang mencolok antara keduanya mulai dari prinsip dan sistem. Secara prinsip, Asuransi Syariah menerapkan Sharing of Risk (Berbagi Resiko) dan akad Tabarru’ atau tolong menolong. Sedang Konvensional mengandung prinsip Transfer of Risk (Resiko Ditanggung Asuransi) dan akad Bisnis atau Jual Beli.

Sedangkan secara Sistem, Asuransi Syariah menyediakan tabungan yang dibagi dua. Tabungan yang pertama adalah tabungan pemegang Premi dan kedua adalah tabungan Tabarru’. Tabungan Pemegang Premi diperuntukkan untuk Ahli Waris Premi ketia ia meninggal atau Ketika keluar dari Keanggotaan Asuransi. Sedangkan untuk Tabungan Tabarru’ adalah dana yang dikumpulkan oleh para pemegang premi lalu diperuntukkan untuk membiayai pemegang premi yang terkena musibah dan mengklaim dana tersebut.

Jika ada sisa (Underlying Assets) dari dana Tabarru’ tersebut maka akan dialokasikan kepada tiga pihak, pertama. Ke dana tabungan Tabarru’ itu sendiri, ke dua. Sebagai Ujrah Pengelola Dana Asuransi, dan yang ke tiga. Dialokasikan kepada program Investasi. Dari dana Investasi ini akan diberikan kepada beberapa pihak khusus seperti Pemegang Premi yang selama satu tahun belum pernah mengklaim dana Tabarru’ tersebut.

Sedangkan dalam Asuransi Konvensional pemegang premi membeli sebuah jaminan kepada Asuransi sehingga dana tersebut akan menjadi dana Asuransi yang mana menjadi sumber profit Perusahaan Asuransi itu sendiri. Bila ada pemegang Premi yang terkena musibah dan mengklaim Dana tersebut maka dana Asuransi yang seharusnya menjadi Profit perusahaan akan digunakan untuk membiayai pemegang Premi tersebut.

Hal yang menjadi permasalahan dalam Asuransi Konvensional adalah Akad yang dipakai yaitu Jual Beli atau Bisnis. Ketika kita membeli jaminan pembiayaan dalam Asuransi dan memang kita mengalami dan mengklaim hal tersebut mungkin itu tidak masalah karena itu masuk ke dalam jasa. Tetapi ketika tidak ada sama sekali musibah atau mengajukan klaim maka dana Pemegang Premi tidak dapat kembali dan Pemegang tersebut tidak mendapat apa-apa.

Hal ini yang akan berakibat pada pengamalan Akad Jual Beli dan memang tidak ada yang dapat menjamin apakah pemegang tersebut terkena musibah atau tidak sehingga akan berujung pada Maysir karena adanya spekulasi dibanding realita di dalamnya. Tentu juga akan merugikan pemegang Premi itu sendiri ketika tidak dapat mengaklaim dan dapat juga merugikan perusahaan Asuransi ketika banyak yang mengklaim, sehingga membuat perusahaan Asuransi tidak atau sedikit mendapat profit. Ini akan berakibat pada Gharar dan Dharar.

Inilah yang dilarang dalam Islam dan ini hal ini jugalah yang diusahakan untuk dihilangkan oleh Asuransi Syariah. Karena dalam Islam hal-hal yang berbau Maysir (Spekulatif), Riba (Bunga) dan Gharar (Sesuatu yang Merugikan).

Leave a Reply