Akad Musyarakah Mutanaqisah dalam Cicilan KPR

Akad Musyarakah Mutanaqisah dalam Cicilan KPR

Pojok Fiqh | Narasumber: Zetrina Alya (Staff divisi RnD)

Musyarakah adalah akad kerja sama, kelompok atau kumpulan. Dan Mutanaqishah adalah mengurangi secara bertahap. Jadi, akad musyarakah mutanaqishah adalah bentuk Kerjasama anatar dua belah pihak atau lebih untuk kepemilikan suatu barang dimana dengan akad ini akan mengurangi hak kepemilikan salah satu pihak. Bentuk dari kerja sama ini berakhir dengan pengalihan hak salah satu pihak kepada pihak lain.

Dalil:

Q.S Shad (38): 24: “dan sesungguhnya kebanyakan dari orang yang bersyarikat itu sebagian dari mereka berbuat zalim kepada sebagian lain, kecuali orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh dan amat sedikitlah mereka ini.”

DSN MUI yang membahas Musyarakah Mutanaqisah

  1. No. 73/DSN-MUI/XI/2008 Tentang musyarakah mutanaqishah
  2. No. 01/DSN-MUI/X/2013 Tentang pedoman implementasi musyarakah mutanaqishah dalam produk pembiayaan

Ketentuan Akad

  1. Akad Musyarakah Mutanaqisah terdiri dari akad Musyarakah/Sylrkah dan Bar’ (Jual- bell).
  2. Dalam Musyarakah Mutanaqisah berlaku hukum sebagaimana yang diatur dalam Fatwa DSN No. 08/DSN-MUI/IV 2000 tentang Pembiayaan Musyarakah, yang para mitranya memiliki hak dan kewajiban, di antaranya:
  3. Memberikan modal dan kerja berdasarkan kesepakatan pada saat akad.
  4. Memperoleh keuntungan berdasarkan nisbah yang disepakati pada saat akad.
  5. Menanggung kerugian sesuai proporsi modal.
  6. Dalam akad Musyarakah Mutanaqisah, pihak pertama (salah satu syarik, LKS) wajib berjanji untuk menjual seluruh hishshah-nya secara bertahap dan pihak kedua (syarik yang lain, nasabah) wajib membelinya.
  7. jual beli sebagaimana dimaksud dalam angka 3 dilaksanakan sesuai kesepakatan.
  8. Setelah selesal pelunasan penjualan, seluruh hishshah LKS-sebagai syarik-beralih kepada syarik lainnya (nasabah).

Ketentuan Khusus

  1. Aset Musyarakah Mutanaqisah dapat di-ljarah-kan kepada syarik atau pihak lain.
  2. Apabila aset Musyarakah menjadi obyek Ijarah, maka syarik (nasabah) dapat menyewa aset tersebut dengan nilai ujrah yang disepakati.
  3. Keuntungan yang diperoleh dari ujrah tersebut dibagi sesuai dengan nisbah yang telah disepakati dalam akad, sedangkan kerugian harus berdasarkan proporsi kepemilikan. Nisbah keuntungan dapat mengikuti perubahan proporsi kepemilikan sesuai kesepakatan para syarik.
  4. Kadar/Ukuran bagian/porsi kepemilikan asset Musyarakah syarik (LKS) yang berkurang akibat pembayaran oleh syarik (nasabah), harus jelas dan disepakati dalam akad.
  5. Biaya perolehan aset Musyarakah menjadi beban bersama sedangkan blaya peralihan kepemilikan menjadi beban pembeli

Kelebihan

  1. Bank Syariah dan nasabah sama-sama memiliki atas suatu aset yang menjadi obyek perjanjian dan akan saling menjaga atas aset tersebut.
  2. Adanya bagi hasil yang diterima antara kedua belah pihak atas margin sewa yang telah ditetapkan atas aset tersebut.
  3. Kedua belah pihak dapat menyepakati adanya perubahan harga sewa sesuai dengan waktu yang telah ditentukan dengan mengikuti harga pasar.
  4. Dapat meminimalisir risiko financial cost jika terjadi inflasi dan kenaikan suku bunga pasar pada perbankan konvensional.
  5. Tidak terpengaruh oleh terjadinya fluktuasi bunga pasar pada bank konvensional, dan/atau fluktuasi harga saat terjadinya inflasi.

Kekurangan

  1. Resiko terjadinya pelimpahan atas beban biaya transaksi dan pembayaran pajak.
  2. Berkurangnya pendapatan LKS atas margin sewa yang dibebankan pada aset yang menjadi objek akad.

Semoga bermanfaat,  jangan lupa share agar saudara kita juga mendapat kebaikan dan semoga menjadi amal jariyah yang tidak akan terputus pahalanya »»»

👥: Progres Tazkia
🐦: KSEI_Progres
📷: progrestazkia
🌐: www.kseiprogres.com

Leave a Reply