Peranku, untuk Indonesia Berdaulat melalui Zakat

Peranku, untuk Indonesia Berdaulat melalui Zakat

Rasa syukur dan bangga menjadi notasi bahagia atas apa yang Allah SWT anugerahkan kepadaku, terlahir di bumi pertiwi, Indonesia. Kekayaan alam yang berlimpah dan memiliki lebih dari 17.000 pulau, 300 suku, 746 jenis bahasa dan dialek, serta mega biodiversity (Djakfar, 2017) membuatku yakin, Allah SWT menciptakan Indonesia sebagai ranah tempat rakyatnya bersatu-padu merajut sentosa yang dicita-citakan. Akan tetapi di balik gambaran indah kekayaan dan keberagaman Indonesia, kondisi lain yang beradu kening muncul sebagai konsekuensi atas ketidakselarasan dalam pola mengatur sumber-sumber ekonomi. Akibatnya, kemiskinan dan ketimpangan menjadi tantangan besar yang dihadapi oleh bangsa ini.

Zakat

Berdasarkan data World Bank pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2018 berada pada indeks 5,27%. Hal ini memberi afirmasi bahwa Indonesia masih berada dalam kategori negara berpendapatan menengah ke bawah (Lower Middle Income Country).  Selain itu, presentase tingkat kemiskinan di Indonesia berada pada 9,66% yang jika dikonversikan sekitar 25,67 juta jiwa berada pada garis kemiskinan, dimana tingkat ketimpangan pengeluaran (diukur melalui Rasio Gini) mencapai 0,384 (BPS, 2018).

Bagiku menjadi mahasiswa bukan hanya soal perjalanan memperoleh gelar untuk sekedar diakui dimata publik, tetapi juga perjalanan seni mengolah harapan tentang generasi penerus bangsa yang akan membangun, melanjutkan, dan memajukan bangsa Indonesia. Menjadi seorang mahasiswa program studi Akuntansi Syariah menuntutku untuk lebih banyak menelaah berbagai masalah perekonomian umat di negara ini dan mencari titik temu atas permasalahan tersebut.

Berkaca pada permasalahan krusial yang dihadapi Indonesia terkait kemiskinan, zakat dinilai mampu menjadi alternatif penyelesaian. Bagaimana tidak, berdasarkan penelitian Baznas, Institut Pertanian Bogor (IPB), dan Islamic Development Bank (IDB) potensi zakat di Indonesia setiap tahunnya mencapai Rp217 triliun, yakni rata-rata sekitar 3,4% Produk Domestik Bruto (PDB). Namun hasil yang berhasil terkumpul hanya sebesar 1% dari total keseluruhan. Potensinya yang besar ini seharusnya mampu menopang perekonomian umat mengingat Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia dengan besaran 209,1 juta jiwa atau 13,3% dari seluruh umat muslim di dunia (PEW Research Centre, 2017). Hal ini menjadikan zakat sebagai sektor potensial untuk dikembangkan.

Zakat sendiri secara harfiah berasal dari kata “Zaka” yang berarti “Tumbuh”, “Berkembang”, “Mensucikan” atau “Membersihkan” (Rauf, 2009). Maka dari itu, zakat yang dikeluarkan membersihkan dan mensucikan harta muzakki. Zakat mampu membangun perekonomian negara dengan memperkecil jarak kesenjangan sosial antar masyarakat. Di Islam sendiri, hal ini dibuktikan pada masa keemasan Daulah Umawiyah, di bawah kepemimpinan Khalifah Umar bin Abdul ‘Aziz yang berhasil mentransformasi mustahiq (orang yang berhak menerima zakat) menjadi muzakki (orang yang dikenai kewajiban membayar zakat) hanya dalam kurun waktu 2,5 tahun. Bahkan Abdurrahman bin Zaid meriwayatkan dari Umar bin Asid mengenai hal ini dan ia berkata “Demi Allah, tidaklah orang yang datang kepada kami membawa harta yang banyak seraya berkata, “Gunakanlah ini sesuai dengan pendapat kalian”. Akhirnya dia tidak berhasil mencari mustahiq zakat sehinggga kembali membawa hartanya, karena Umar telah mensejahterakan rakyatnya.”(Muhammad Ad-Dzahabi, Siyaru A’lam an-Nubala, 5/131). Hal ini mengindikasi adanya peningkatan status sosial masyarakat yang cukup masif melalui pengelolaan zakat yang professional dan komprehensif.

Namun bicara perihal pemberdayaan zakat memang bukan hal yang sederhana. Beberapa permasalahan yang masih perlu dihadapi antara lain, kesadaran kaum muslim Indonesia dalam membayarnya yang masih tergolong rendah dibandingkan dengan negara lainnya seperti Malaysia. Sebagian masyarakat Indonesia masih dihadapkan pada paradigma bahwa zakat merupakan suatu kebajikan sukarela (volunteerary base), bukan kewajiban absolut (compulsory base) sehingga dasar menunaikan zakat adalah sekedar mau atau tidak dari seorang individu. Padahal dalam islam zakat merupakan salah satu perintah Allah yang harus dilaksanakan oleh setiap muslim dan telah ditetapkan dalam Al-Quran antara lain dalam Q.S Al-Baqarah [2] : 110, Q.S Al-Hajj [22] : 78, dan Q.S Al-Muzammil [73] : 20. Selain itu diterangkan pula dalam suatu hadist bahwa Rasulullah SAW bersabda “Islam dibangun diatas lima perkara, bersaksi bahwa tidak ada tuhan kecuali Allah dan Muhammad adalah utusan-Nya, mendirikan shalat, melaksanakan puasa (di bulan Ramadan), menunaikan zakat, dan berhaji ke Baitullah (bagi yang mampu)” (H.R Muslim)

Persoalan selanjutnya adalah terkait manajemen dan pengelolaan zakat yang profesional, distribusi dan pendayagunaan zakat. Hal ini tentunya terkait dengan beberapa pihak antara lain amil (orang atau lembaga yang ditunjuk negara untuk menghimpun dan menyalurkan zakat) seperti Baznas dan lembaga turunannya, muzakki (orang yang dikenai kewajiban membayar zakat), dan mustahiq (orang yang berhak menerima zakat).

Berkaca pada realitas kemiskinan di Indonesia, serta potensi zakat yang besar namun belum terealisasi secara optimal membuatku mulai berpikir soal  peran dan kontribusi sebagai mahasiswa dalam membantu memecahkan permasalahan yang dihadapi bangsa ini. Mahasiswa sebagai agent social control sudah seharusnya melebarkan kiprahnya dalam menebarkan pengaruh positif, salah satunya adalah dengan memainkan wacana di media. Mahasiswa dapat menyuarakan pemikiran  melalui tulisan dengan mengangkat realitas yang relevan dengan potret permasalahan yang sedang dihadapi bangsa. Jika permasalahan yang dihadapi bangsa ini adalah soal kurangnya tingkat kesadaran (level of consciousness) menunaikan zakat, maka artikel edukasi mengenai zakat, infaq, sadaqah serta wakaf dapat dijadikan propaganda. Peran mahasiswa dalam mengedukasi masyarakat tidak terhenti sampai disini, namun juga dapat dilakukan melalui aksi yang lebih riil dengan turun langsung ke masyarakat untuk melakukan persuasi “Muslim bijak taat zakat” melalui program penyuluhan dan bimbingan masyarakat.

Selain itu, terkait peran mahasiswa sebagai agent of change dalam pembangunan ekonomi dan pemberdayaan sosial, skema yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan terkait distribusi dan pendayagunaan zakat adalah dengan membantu Baznas dan lembaga turunannya mengoptimalkan kinerja yang dimiliki. Mahasiswa dapat turut andil dalam mengekspolarasi dan memberikan referensi daerah dan kelompok masyarakat yang masuk dalam kriteria mustahiq zakat, sehingga zakat yang telah terkumpul dapat tersalurkan tepat sasaran. Melalui langkah tersebut, secara tidak langsung mahasiswa turut membantu lembaga pengelola zakat dalam  membangun kapabilitas, integritas, transparansi, dan rekam jejak yang baik. Hal ini diinisiasi untuk menciptakan iklim kondusif dalam pendayagunaan zakat yang ada serta membangun kepercayaan masyarakat terhadap manajemen dan  pengelolaan zakat yang dilakukan.

Sejalan dengan Visi Indonesia Emas 2045, pengentasan kemiskinan menjadi salah satu fokus utama yang diusung  pemerintah dan generasi muda untuk diselesaikan segera. Ketika setiap pihak didalamnya baik para penentu arah kebijakan di tingkatan pemerintah, Baznas dan lembaga penghimpun lainnya, serta masyarakat yang bertindak sebagai muzakki mampu bersinergi dengan baik, sektor ini bukan lagi sekedar alternatif, namun menjadi solusi pengentasan kemiskinan. Berbagai cerita gemilang dari negara yang sukses memberdayakan zakat sebagai sektor pembangunan ekonomi sudah sepatutnya ditiru dan dimodifikasi untuk kesejahteraan bangsa. Peran serta mahasiswa sebagai tulang punggung harapan bangsa turut menentukan pelaksanaan tujuan pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development goals) melalui aksi nyata dan inovasi yang dimiliki untuk membangun negeri.

DAFTAR PUSTAKA

BPS. (2018). Berita Resmi Statistik . Jakarta : Badan Pusat Statistik .

Djakfar, M. (2017). Pariwisata Halal Perspektif Multidimensi; Peta Jalan Menuju Pengembangan Akademik & Industri Halal di Indonesia. Malang: UIN Maliki Press.

Fathona, N. (2014, April 19). Peran Mahasiswa Sebagai Agent of Change dan Social Control. Retrieved from Kompasiana: https://www.kompasiana.com/navia/54f78c3331185748b4693/peran-mahasiswa-sebagai-agen-of-change-dan-social-control

Nadhari, A. K. (2013). Pengelolaan Zakat di Dunia Muslim . Jurnal Ekonomi dan Hukum Islam .

PEW Research Centre. (2017). World Muslim Pupulation by Country. Washington: PEW Research Centre.

Rauf, F. (2009). Zakat Untuk Pengentasan Kemiskinan . Jakarta: PP. LAZIS NU .

Setiawan, M. B. (2016, Mei 24). Transformasi Mustahiq ke Muzakki di Zaman Umar bin Abdul Aziz . Retrieved from Hidayatulllah.com: https://m.hidayatullah.com/kajian/sejarah/read/2016/05/24/95290/transformasi-mustahiq-ke-muzakki-di-zaman-umar-bin-abdul-aziz.html

Author : Asfa Asfia

Cari info tentang ekonomi syariah? Cek aja di website KSEI Progres

[Keep in touch with us].
👥: Progres Tazkia 1
🐦: @KSEI_Progres
📷: progrestazkia
🎥Youtube: Progres Tazkia

Leave a Reply